"Kamu tak perlu berbohong padaku. Matamu sudah berkata jujur."
Â
      "Maafkan saya kiai. Sebenarnya, saya bertengkar dengan keluarga, karena masalah ekonomi." Terpaksa pak Asan jujur, karena takut menjadi santri tak taat pada guru.
Â
      "Aku paham, memang di desa ini sering ada persaingan antar ekonomi secara tidak sehat. Sang istri menuntut suaminya untuk bekerja keras tanpa memikirkan kondisi fisik suaminya. Istri itu mengambil keuntungan besar, lalu saling bersolek diri di depan para ibu lainnya. Jika dirinya, dianggap kurang mapan secara perhiasan akan menuntut suaminya untuk bekerja, jika tidak, sang istri akan minta bercerai. Tentunya, suami akan mencari kerja sampingan demi kebahagiaan istri tercinta. Hal itu salah secara agama, suami harus tegas mengambil tindakan jika hasil kerja seharian bukan untuk keperluan makan melainkan kebutuhan bersolek diri. Yang, salah adalah suami. Suami harus bisa melarang istri untuk tampil megah di depan orang lain. Jika minta cerai, ceraikan saja agar istri itu sadar. Tapi, tak segampang itu suami akan melakukan jika ada anternatif lainnya," terang kiai Muhammad panjang lebar. Pak Asan pun mengangguk tanda paham.
Â
      "Kamu punya lahan pertanian?" Tanya kiai Muhammad seketika.
Â
      "Punya kiai?"
Â
      "Nanti hampir manghrib datang ke rumah!"