Candra: “Uh, eh? Siapa?”
Dahinya berkerut penuh tanda tanya. Sedangkan pemuda asing di hadapannya terkekeh sembari mengulurkan tangannya.
Dermaga: “Maaf sebelumnya, aku Dermaga. Aku melihatmu dari jauh lalu datang menghampiri karena penasaran.”
Sang puan menjawab uluran tangan itu dengan singkat.
Candra: “Ah aku Candra, hanya sedang berjalan-jalan karena suntuk.”
Bohong. Karena nyatanya, Candra sedang kabur.
Keluarga Nasution merupakan keluarga kaya raya yang memiliki bisnis pariwisata terbesar se-Indonedia. Mereka sedang melakukan proyek bisnis di sekitar pantai Mbawana. Ia terpaksa ikut dan bertingkah menjadi seorang puteri yang manis dan penurut. Padahal jauh di dalam hatinya, ia ingin bebas.
Dermaga: “Jadi, kenapa kamu terlihat sedih menatap lautan? Ada yang ingin kau sampaikan pada mereka?”
Candra sedikit terkejut, dalam hati berfikir mengapa pemuda itu bisa tahu isi pikirannya. Candra kemudian membiarkan tubuhnya duduk di atas pasir putih, tak pedulikan pakaiannya yang mungkin akan kotor karena pasir. Toh, ayahnya hanya akan memarahinya. Selalu seperti itu.
Namun entah bagaimana, sore itu Candra ingin mengungkapkan ceritanya. Perasaan berat karena terus memendam ceritanya seakan ingin ia luapkan begitu melihat pemuda bernama Dermaga dan Laut di hadapannya.
Candra: “Dermaga, kau tahu? Ternyata hidup mewah tidak semenyenangkan itu.”