Marxisme merupakan teori sosial-politik yang muncul dari kontribusi intelektual Karl Marx, dan telah menjadi titik fokus kontroversi dan wacana yang cukup besar selama beberapa dekade. Berasal dari Prusia pada awal abad ke-19, Marxisme mengeksplorasi komponen-komponen penting masyarakat, meliputi struktur ekonomi, kerangka sosial, dan institusi politik.Â
Dari sudut pandang para pendukungnya, Marxisme memiliki landasan filosofis dan ekonomi yang kuat, yang dikembangkan oleh Karl Marx dan para pengikutnya. Teori ini bertujuan untuk memberikan analisis kritikal terhadap sistem ekonomi dan politik global, serta menyoroti bagaimana hubungan produksi dan perbudakan memainkan peranan penting dalam dinamika internasional.
Teori Marxisme juga memberikan perspektif yang unik dalam memahami dinamika hubungan internasional, terutama dalam konteks pembagian antara negara maju dan negara berkembang. Melalui analisis kelas dan struktur ekonomi, Marxisme menggarisbawahi bagaimana ketidakadilan dan eksploitasi terwujud dalam sistem global.
 Marxisme berakar pada pemikiran Karl Marx yang menekankan pentingnya hubungan produksi dalam menentukan status sosial dan ekonomi. Dalam konteks hubungan internasional, Marx berpendapat bahwa struktur kapitalis menciptakan perbedaan kelas yang mendalam, yang tercermin dalam pembagian dunia menjadi negara maju (core) dan negara berkembang (periphery).
Analis ekonomi global oleh Marxisme dapat dilakukan melalui beberapa titik kritis yang membahas tentang struktur ekonomi kapitalis, hubungan produksi dan perdagangan bebas, serta dampaknya terhadap negara-negara maju dan berkembang. Berikut adalah analisis detail:
1. Struktur ekonomi kapitalis
Marxisme mengkritik sistem kapitalis dengan alasan bahwa hal itu dianggap memperburuk keadaan ekonomi dan sosial bagi kelas pekerja. Teori ini menyatakan bahwa perdagangan bebas dan pasar yang tidak diatur berfungsi sebagai instrumen yang digunakan oleh elit penguasa untuk memperluas dominasi ekonomi mereka.Â
Lebih jauh lagi, Marxisme menekankan bahwa sistem perdagangan bebas dapat memperburuk kondisi ekonomi negara-negara berkembang dan memperkuat kesenjangan ekonomi antar negara.
 Sistem kapitalis dicirikan sebagai struktur yang terintegrasi secara kapitalis, yang mencari akumulasi modal sebagai tujuan utamanya. Mekanisme ini menimbulkan ketidaksetaraan ekonomi dan eksploitasi kelas, di mana kelas borjuis (pemilik modal) mengeksploitasi tenaga kerja kelas proletariat (pekerja) tanpa menawarkan upah yang adil.
Marxis menjelaskan hubungan antara kapitalisme dan konflik internasional melalui beberapa titik kunci:
Sistem Kapitalis Sebagai Sumber Utama Ketidakstabilan
Dalam perspektif Marxisme, sistem kapitalis di seluruh dunia dianggap sebagai kontributor signifikan terhadap ketidakstabilan dan perselisihan internasional. Struktur kapitalis direkayasa untuk memfasilitasi akumulasi modal, yang secara intrinsik menumbuhkan disparitas ekonomi dan eksploitasi kelas. Bangsa-bangsa berusaha untuk mengamankan sumber daya global dan pasar untuk keuntungan ekonomi kelas masing-masing, yang sering berujung pada konflik.
Konflik kelas sosial di tingkat internasional
Marxis memandang konflik kelas-kelas sosial dalam skala global sebagai penyebab mendasar perselisihan antar bangsa-bangsa. Persaingan untuk akses ke pasar internasional, sumber daya alam, dan tenaga kerja berfungsi sebagai katalis perselisihan di antara negara-negara yang mengadvokasi kepentingan kelas masing-masing. Misalnya, negara-negara maju berusaha untuk mempertahankan posisi monopoli mereka di pasar dan untuk mencegah persaingan dari negara-negara berkembang, yang berpotensi mengakibatkan intensifikasi permusuhan.
Solidaritas kelas secara global
Marxis juga menggarisbawahi pentingnya solidaritas di antara kelas sosial yang beragam di berbagai negara. Sangat penting bahwa ada kolaborasi antara buruh dan faksi sosial lainnya untuk mengatasi konflik dan mengadvokasi perdamaian dan keadilan internasional. Solidaritas transnasional ini memiliki potensi untuk memberantas batas-batas nasional dan menumbuhkan cita-cita dunia yang bebas dari eksploitasi.
2. Hubungan produksi dan perdagangan bebas
Dalam perspektif Marxisme, hubungan internasional digambarkan oleh ekonomi global dan perbedaan kelas yang secara signifikan mempengaruhi perjanjian perdagangan dan aliansi politik. Sistem perdagangan bebas dianggap sebagai alat yang digunakan oleh kelas penguasa untuk meningkatkan dominasi ekonomi mereka.
 Hal ini dapat memperburuk keadaan ekonomi negara-negara berkembang serta memperkuat kesenjangan ekonomi antar negara. Dalam perspektif Marxisme, hubungan produksi dan perdagangan bebas saling terkait dalam menciptakan struktur ekonomi kapitalis yang eksploitatif. Berikut adalah analisis detail tentang bagaimana Marxisme menjelaskan hubungan antara kedua konsep ini:
Hubungan produksi
Marxisme menggambarkan hubungan produksi sebagai mekanisme di mana barang dan jasa dihasilkan dan disebarluaskan dalam masyarakat. Penekanan utamanya adalah pada hierarki kelas sosial yang ditetapkan oleh kerangka kapitalis:
Eksploitasi Kelas: Pemilik modal (kelas borjuis) terlibat dalam eksploitasi tenaga kerja (kelas proletariat) untuk mengoptimalkan keuntungan. Tenaga kerja dikompensasi dengan upah yang lebih rendah dari nilai yang mereka hasilkan, sehingga memungkinkan kelas borjuis untuk mendapatkan nilai lebih.
Perdagangan bebas
Perdagangan bebas dianggap sebagai instrumen yang digunakan oleh negara-negara maju untuk meningkatkan hegemoni ekonomi mereka atas negara-negara berkembang. Marxisme berpendapat bahwa perdagangan bebas tidak hanya meningkatkan aksesibilitas pasar tetapi juga memperburuk ketidakadilan ekonomi:
- Monopoli dan Persaingan: Marx menjelaskan bahwa monopoli muncul dari persaingan ketika perusahaan yang kurang kuat menghadapi kebangkrutan. Pada akhirnya, sejumlah perusahaan besar mendominasi perekonomian, seperti yang dicontohkan di Inggris, di mana 200 perusahaan terbesar dan 35 lembaga keuangan secara kolektif mengendalikan 85% dari output ekonomi.Â
- Penurunan Nilai Tenaga Kerja: Dalam kerangka kerja kapitalis, peningkatan produktivitas dapat mengurangi nilai intrinsik tenaga kerja yang tertanam dalam setiap komoditas. Akibatnya, buruh dipaksa untuk terlibat dalam pekerjaan yang lebih luas untuk mendapatkan upah yang setara, sehingga memfasilitasi peningkatan surplus kapital kapitalis.
Interaksi hubungan produksi dan perdagangan bebas
Marxisme menjelaskan interaksi antara hubungan produksi dan perdagangan bebas sebagai siklus eksploitasi yang saling bergantung:
- Pengeksploitasi Sumber Daya: Negara-negara berkembang menjadi sasaran eksploitasi oleh negara-negara maju mengenai sumber daya alam dan tenaga kerja mereka. Barang-barang impor yang menguntungkan secara ekonomi berkontribusi pada peningkatan konsumsi global, namun secara bersamaan memperburuk tantangan ekonomi lokal.
- Penyebaran Nilai Modal: Kapitalis memperoleh tenaga kerja sebagai komoditas dari mana nilai-nilai baru dapat dihasilkan pada penilaian mereka sendiri. Tenaga kerja memberikan komoditasnya kepada kapitalis tanpa wewenang untuk menentukan penerapannya, akibatnya mengatur hari kerja dengan cara yang mengoptimalkan pengembalian investasi modal.
3. Dampak terhadap negara maju dan berkembang
Teori Marxisme memiliki dampak yang signifikan pada negara maju dan berkembang:
Sebelum membahas dampak mari kita pahami terlebih dahulu apa perbedaan antara negara maju dan negara berkembang
Negara maju
Negara-negara maju memiliki sektor industri yang kuat, kemampuan teknologi canggih, dan akses ke pasar internasional, memfasilitasi akumulasi modal yang substansif. Dalam negara maju, borjuis (pemilik modal) mengatur produksi dan menuai surplus yang dihasilkan dari tenaga kerja, yang mengakibatkan pengurangan ketidaksetaraan dalam masyarakat mereka. Secara umum, negara-negara maju menunjukkan sistem politik yang stabil dan demokratis, yang mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Negara berkembang
Negara-negara berkembang seringkali terjebak dalam hubungan ketergantungan dengan negara-negara maju, di mana mereka mengekspor bahan yang tidak diproses dan mengimpor produk jadi, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk mencapai pembangunan mandiri.Â
Teori Marxis menyatakan bahwa kemajuan negara-negara maju sering terjadi melalui eksploitasi sumber daya dan tenaga kerja yang ditemukan di negara berkembang, sehingga menimbulkan kondisi kemiskinan dan keterbelakangan di negara-negara ini. Negara-negara berkembang umumnya menghadapi ketidakstabilan politik dan sosial sebagai akibat dari ketidakadilan ekonomi, yang memperburuk kondisi kehidupan penduduk mereka.
Namun apa dampak Marxisme pada negara maju dan negara berkembang:Â
Negara majuÂ
Dampak dari negara maju yaitu negara-negara maju sering mencapai kemakmuran melalui eksploitasi negara-negara kurang berkembang, sehingga menimbulkan kesenjangan global. Selanjutnya prinsip-prinsip Marxisme menegaskan bahwa kapitalisme ditakdirkan untuk menghadapi krisis, yang dapat mengkatalisasi transisi menuju sosialisme.
Negara berkembang
Dampak dari negara berkembang yaitu adanya teori ketergantungan ekonomi menyatakan bahwa negara-negara berkembang menemukan diri mereka terjerat dalam hubungan ekonomi yang tidak menguntungkan dengan ekonomi mapan, sehingga menghalangi kemajuan perkembangan mereka. Selanjutnya ideologi Marxis menganjurkan gagasan bahwa revolusi mungkin penting untuk mengakhiri ketergantungan ini dan mencapai perkembangan yang bermartabat.
Neo-marxis
Neo-Marxisme, yang merupakan perkembangan dari Marxisme klasik, memahami konflik kelas melalui lensa sistem internasional. Para pendukung Neo-Marxisme berpendapat bahwa konflik kelas terjadi tidak semata-mata di dalam batas-batas nasional, tetapi juga dalam skala global. Mereka menonjolkan interaksi material dan ekonomi sebagai penentu yang signifikan dalam hubungan internasional, sehingga berkonsentrasi pada dimensi ekonomi dan material dalam analisis mereka.Â
Neo-Marxisme memandang imperialisme sebagai mekanisme dominasi ekonomi yang terus-menerus, di mana perusahaan multinasional yang berasal dari negara maju terlibat dalam operasi di negara berkembang untuk mengoptimalkan keuntungan sementara gagal memberikan keuntungan yang adil kepada masyarakat lokal.
Neo-Marxis meningkatkan pemahaman hubungan internasional dengan menggunakan analisis struktural yang lebih kompleks tentang dinamika kelas global. Di bawah ini adalah beberapa metode yang digunakan kaum Neo-Marxis untuk memperluas pemahaman ini:
- Identifikasi Struktur Antara Negara "Inti" dan "Periferi"
Neo-Marxis menggambarkan adanya perbedaan struktural di antara "negara inti" yang dominan, "semi-pinggiran" yang berkembang, dan "pinggiran" yang terpinggirkan dalam kerangka kapitalis global. Mereka berpendapat bahwa konflik kelas dalam skala internasional dipicu oleh kesenjangan ekonomi antara negara-negara inti dan pinggiran.
- Persaingan Kontrol Atas Sumber Daya dan Pasar Global
Persaingan untuk menguasai sumber daya dan pasar internasional menghasilkan ketegangan antar negara-negara dalam kerangka kapitalis global. Ini mencakup perjuangan untuk masuk ke pasar dunia, sumber daya alam, dan tenaga kerja, sebuah kontes yang sering didominasi oleh negara-negara inti.
- Strategi Kolaborasi Regional dan Internasional
Neo-Marxis menggarisbawahi pentingnya kerja sama regional dan internasional untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan mengadvokasi kesetaraan ekonomi global. Persatuan antara faksi-faksi sosial dan negara-negara pinggiran sangat penting untuk mengatasi perselisihan kelas sosial dan membangun stabilitas abadi dalam keamanan internasional.
Neo-Marxisme membedakan negara-negara internasional menjadi tiga kategori utama: inti, semi-periferi, dan periferi. Berikut adalah deskripsi singkat dari masing-masing kategori:Â
Negara intiÂ
Negara inti mewakili inti kapitalis terkemuka yang mengeksploitasi negara-negara lain dalam hal tenaga kerja dan bahan baku. Adapun karakteristik keadaan inti meliputi:
- Dominasi Ekonomi: Negara-negara ini memiliki kemampuan industri yang maju dan memberikan kontrol substansial atas perdagangan internasional.Â
- Politik Stabil: Mereka dicirikan oleh sistem politik yang stabil, pemerintah pusat yang kuat, birokrasi yang komprehensif, dan kehadiran militer yang tangguh.Â
- Eksploitatif: Mereka terlibat dalam eksploitasi surplus modal milik negara-negara pinggiran melalui hubungan perdagangan yang tidak adil.
Contoh klasik negara-negara inti mencakup banyak negara di Eropa Barat, seperti Inggris, Belanda, dan Prancis.
Semi-periferiÂ
Negara-negara ini terlibat dalam beragam kegiatan ekonomi yang hadir di kedua sektor. Karakteristik negara semi-periferal meliputi:
-Posisi Tawar Perdagangan: Penggunaan sikap tawar-menawar perdagangan yang berbeda dari negara pinggiran memungkinkan pertukaran barang yang diproduksi dalam kondisi upah tinggi dengan yang dihasilkan dalam keadaan upah rendah.
-Kepentingan Langsung dalam Mengatur Pasar: Mereka memiliki kepentingan pribadi dalam regulasi dan pengawasan perluasan pasar domestik.
-Status Relatif Dinamis: Status relatif mereka dapat berubah; misalnya, suatu negara dapat naik dari pinggiran ke semi-pinggiran jika berhasil meningkatkan kemampuan industri dan infrastrukturnya.
Contoh negara-negara semi-periferal termasuk Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Periferi
Negara-negara periferi adalah wilayah yang bergantung pada negara pusat untuk sumber daya keuangan. Atribut negara-negara periferal meliputi:
- Industri Terbelakang: Sektor industri mereka tetap dalam keadaan terbelakang dan bergantung pada praktik tenaga kerja eksploitatif.
- Bahan Baku yang Diekstraksi: Mereka menjadi sasaran eksploitasi mengenai tenaga kerja dan bahan baku untuk keuntungan negara pusat.
- Sistem Politik yang Rapuh: Lanskap politik lemah atau didominasi oleh kekuatan eksternal, dan tidak memiliki struktur pemerintahan pusat yang kuat.
Contoh negara-negara periferi (pinggiran) termasuk banyak negara di Eropa Timur, seperti Polandia, serta negara-negara di Amerika Latin.
Kesimpulan
Marxisme dan neo-Marxisme menyajikan kerangka analitis yang mendalam mengenai dinamika sosial, ekonomi, dan politik dalam lingkup hubungan internasional. Marxisme, dengan penekanannya pada konflik kelas dan hubungan produksi, menjelaskan bagaimana sistem kapitalis menimbulkan perbedaan antara negara maju dan berkembang.Â
Melalui lensa ini, Marxisme mengartikulasikan bahwa eksploitasi sumber daya dan tenaga kerja di negara-negara pinggiran berfungsi sebagai mekanisme utama untuk akumulasi modal di negara-negara inti.
Sementara itu, neo-Marxisme memperluas analisis ini dengan menggambarkan struktur global yang lebih rumit, mencakup klasifikasi negara inti, semi-periferal, dan perifer.Â
Metodologi ini menggarisbawahi pentingnya interaksi antara berbagai tingkat ekonomi dan politik dalam domain internasional, serta cara-cara di mana ketergantungan dan eksploitasi terwujud dalam bentuk-bentuk baru selama era globalisasi.
Kedua kerangka teoritis ini memberikan wawasan penting ke dalam sistem kapitalis yang berlaku, mendorong perenungan mengenai keadilan sosial dan ekonomi. Dengan memahami ketidakadilan struktural yang ditimbulkan oleh sistem global, baik Marxisme maupun neo-Marxisme mendorong kita untuk mempertimbangkan alternatif yang bertujuan untuk menumbuhkan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H