Tak apalah. Kejora sudah puas mendapatkan password wi-fi, walau harus merelakan 24 ribu dari uang yang ingin dihematnya berpindah tangan.
Perlahan diketikkannya password tersebut. Connected. Kejora menghela nafas lega.
Ping!
“Oh, shit!” maki Kejora dalam hati.
Bunyi notifikasi email terkirim mengingatkannya pada email yang ditulisnya dalam perjalanan di pesawat. Email yang berisi keputusasaan dan salam perpisahan yang tak sempat dia sampaikan kepada siapapun di Belanda. Satu email yang dia kirim ke beberapa orang itu memang telah tersimpan dikotak outbox-nya dan akan otomatis terkirim saat laptopnya tersambung dengan koneksi internet.
Kejora mengutuki dirinya, kenapa dalam kesedihannya dia telah menuliskan email yang isinya sangat konyol menurutnya. Kejora tak ingin orang-orang tahu bahwa dia pun bisa rapuh, bahwa dia tidak sekuat yang orang-orang kira. Kini email sudah terkirim. Saat ini semua pasti sudah menerima dan mungkin membacanya. Kepalanya mulai berdenyut lagi.
Triiiiiing…
Kejora dikejutkan oleh suara sambungan skype dari laptopnya.
Ellen. Sekarang baru pukul enam pagi di Amsterdam. Biasanya Ellen belum bangun sepagi itu.
Kejora menekan tombol hijau tanda dia menerima panggilan masuk tersebut.
“Ya, Len…”