''Iya kak..'' Jawabnya perlahan.
Kami merapat dalam diam, tak bersuara. Karena khawatir, jika Ayah dengar kami membicarakannya tentu ia akan marah. Dan kemudiaan kami yang nantinya akan jadi sasaran amarahnya.
Tiba-tiba terikan terdengar lirih dari ruang tamu..
"Tolong.. tolong.. kak.. de" Ibu memanggil-manggil dari ruang tamu.
Kami yang semula terdiam takut, hanya saling melirik berpandangan. Tak berani bangkit hanya kembali memasang telinga. Tak berapa lama, erangan Ibu Kembali terdengar..
"Kak.. De.. tolong Ibu" kata Ibu seolah sambil menahan sakit.
Kali ini aku langsung segera bangkit setengah berlari ke ruang tamu, sambil khawatir terjadi pada Ibu. Adikku pun tiba-tiba sigap berlari, dan ada di depan Ibu.
Dengan mata kepala kami, kami lihat Ibu sudah bersimbah darah. Aliran warna merah segar, mengalir dari hidungnya yang seperti bengkok.
"Ya Allah Bu.." Aku berkata lirih sambil memegangi tangannya lalu mengambil tisu.
Sementara adikku dengan amarahnya memandang Ayah yang terduduk kaku di kursi yang tak jauh dari Ibu. Aku sangat paham amarah membakar dari sinar matanya.Â
Jika saja Ia sudah besar, dan bisa melawan, tentu Ia akan memukul balik Ayah. Dan membalas perlakuan Ayah yang menyakiti Ibu kami tercinta.