“Pengkhianat” ucapku kepada Kevin melalui alat bantu komunikasi kami.
Ia kemudian mengangkat kepalanya dan melihatku.
Aku merasakan ada pergerakan pada Renisha. Benar saja ia melangkah maju. Refleks tangan kananku menghalangi langkahnya.
“Diam. Jangan bergerak. Sedikit pun” ucapku memperingati Renisha dengan pelan.
Pria tadi bertepuk tangan. Suaranya menggema di ruangan tersebut.
“Lihat bagaimana setianya pengawal barumu ini, Renisha. Bahkan Kevin yang sudah bertahun-tahun menjagamu bisa tunduk kepada perintahku.” Ucapnya. Renisha hanya melihatku tanpa berbicara sedikit pun.
“Dan kamu, apakah engkau rela ibumu merenggang nyawa hanya karena perempuan di belakangmu? Yang baru engkau kenal selama kurang lebih 2 hari? Ibumu yang sudah bertahun-tahun menemani hari-harimu dan melindungimu. Anak tak tahu diri” ucapnya lagi.
Aku menahan emosiku sekuat mungkin. Salah bergerak sedikit, dua nyawa orang berada di ujung tanduk.
“Apa yang engkau pikirkan nona manis? Mulai goyah, hah?” ucapnya lagi.
Aku tak bisa lagi menahan emosiku. Aku berlari ke arah pria itu dan menendangnya dengan sekuat tenaga hingga ia jatuh menabrak tubuh Kevin dan keduanya jatuh tersungkur. Aku dan Renisha segera melarikan diri melalu tangga darurat menuju lantai 27. Tepat sekali di sana ada pihak kepolisian yang menunggu.
“Tolong jaga dia” ucapku kepada salah satu polisi yang berada di sana.