Aku hanya termenung, memikirkan ikut tes atau tidak. Karena di sisi lain aku menyukai konsep Fisika dan ingin membanggakan orang tua. Tapi di sisi lain aku takut akan kegagalan, karena notabene kepintaran siswa-siswi di Nuski tidak dapat diragukan. Bahkan teman SMP ku yang pernah memenangkan penghargaan sebagai juara ke-3 olimpiade Fisika se provinsi pun ada di sini.
"Na... Na... Nana.... Woi!! Narisha Aulia Putri Azzahra?!" Reina menyandarkan ku.
"Eh... Maaf Re tadi lagi mikir mikir" jawabku sambil cengengesan.
"Mikir apaan sampai lupa kenyataan gini Na?" Tanya Reina
"Eh eh.. engga Re cuma em bingung aja ikut seleksi atau enggak, kamu juga tahu kan Re anak Nuski itu pinter-pinter." Kataku terbata-bata.
Suara bel masuk pun berbunyi.
Selama jam pelajaran aku terus memikirkan mengenai seleksi olimpiade itu. Banyak sekali pertimbangan yang harus dipikirkan secara matang. Lamunanku terhenti saat Pak Rusli memanggil namaku dan menyuruhku untuk menyelesaikan soal Matematika yang sudah tertera di papan tulis. Saat itu aku merasa seperti terdorong ke jurang yang paling dalam, sedari tadi aku tidak memeperhatikan Pak Rusli.
Saat sedang mengerjakan soal yang diberikan Pak Rusli aku merasa sedikit kesulitan. Namun akhirnya aku bisa menyelesaikannya. Bel pulang pun berbunyI. Pada saat matahari sedang menjalankan tugasnya, aku bergegas pulang menuju rumah dan ingin segera memberitahu Ibu dan Ayah mengenai seleksi olimpiade ini.
"Assalamualaikum" ucapku sambil mengetuk pintu.
Tak ada jawaban dalam rumah, semua rasa kurasakan saat ini. Rasa panas Karena tadi matahari memancarkan sinarnya yang menusuk hingga kedalam kulitku. Rasa gelisah karena takut mendengar respon Ayah dan Ibu setelah mendengar kabar aku akan ikut seleksi.
Brakkk suara gebrakan pintu di dalam. Aku sontak berdiri dari kursi teras, dan saat aku akan masuk kedalam rumah aku mendengar perkataan Ayah.