Tahalli adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan cara membiasakann diri dengan sikap, prilaku dan akhlak terpuji.
- Tajalli
Tahap tajalli termasuk kedalam tahap pensucian jiwa yang dapat ditempuh
dengan jalan cinta kepada Allah dan memperdalam rasa cinta tersebut.
Adapun tokoh tasawuf akhlaki diantaranya adalah sebagai berikut:[10]
Â
1. Hasan Al-Basri (21 H- 110 H) Hasan Al-Bashri memiliki nama lengkap Abu Said Al-Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid dari kalangan tabiin yang lahir di Madinah pada tahun 21 Hijriyah. Beliau merupakan pelopor utama yang mulai memperluaskan ilmu-ilmu kebatinan dan kesucian jiwa. Menurut pandangannya, tasawuf merupakan ajaran untuk menanamkan rasa takut (baik itu takut akan dosa-dosa, takut tidak mampu memenuhi perintah dan larangan Allah, takut akan ajal atau kematian) di dalam diri setiap hamba dan senantiasa mengingat Allah SWT. Beliau berpendapat bahwa dunia adalah ladang beramal, banyak duka cita di dunia dapat memperteguh amal sholeh.
Â
2. Al-Muhasibi (165 H – 243 H) Al-Muhasibi memiliki nama lengkap Abu Abdillah Al-Harist bin Asad Al-Bashri Al- Baghdadi Al-Muhasibi. Beliau lahir di Bashroh, Irak pada tahun 165 Hijriyah. Menurut beliau, tasawuf berarti ilmu yang mengajarkan untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT, menjalankan kewajiban sebagai seorang hamba dan meneladani akhlak Rasulullah Saw. Beliau juga berpendapat ada 3 hal yang perlu ditekankan untuk membersihkan jiwa dan mencapai jalan keselamatan, yaitu melalui Ma’rifat (Mengenal Allah SWT dengan mata hati), Khauf (rasa takut), dan Raja’ (pengharapan).
Â
3. Al-Qusyairi (376 H- 465 H) Al-Qusyairi memiliki nama lengkap ‘Abdul Karim bin Hawazim. Beliau lahir di kawasan Nishafur pada tahun 465 Hijriyah, dimana beliau ini merupakan seorang ulama yang ahi dalam berbagai disiplin ilmu pada masanya. Ajaran tasawuf AlQusyairi didasarkan pada doktrin Ahlusunnah Wal Jama’ah dan berlandasakan ketauhidan. Beliau mengadakan pembaharuan di ajaran tasawuf, dengan menentang keras doktrin-doktrin aliran Karamiyah, Syi’ah, Mu’tazilah, dan Mujassamah. Ia juga menjelaskan pembeda antara dzahir dan bathil, serta syariat dan hakikat.
Â