Seorang yang memadukan pengamalan syariah dengan . (1) lebih mengutamakan dimensi batin dari-pada dimensi lahir; (2) lebih memilih pola hidup asketis (zuhd) dengan khalwah, ‘uzlah, dan tirakatan sebagaimana tergambar pada corak kehidupan para pertapa; (3) lebih mengutamakan kepuasaan spiritual yang bersifat individual daripada tanggung jawab sosial yang bersifat kolektif;
dan (4) memandang segala bentuk kebendaan (materi) sebagai sesuatu yang rendah, hina, dan sebagai faktor penghalang pengembangan kualitas ruhani; serta (5) memandang aktivitas muamalah seperti bekerja, berdagang, bertani dengan mempunyai isteri dan anak sebagai tindak mencintai dunia yang hina.Â
Dalam sejarah Islam, paham spiritualisme tercermin antara lain pada gaya hidup asketis (zuhud) aliran Malamatiyyah. Aliran ini adalah perkumpulan para sufi yang setiap saat dekat dengan Allah, siang dengan berpuasa, malam dengan qiyâm al-layl dengan banyak salat, zikir, doa, serta dengan memperhatikan aspek batiniah mereka. Pada waktu yang sama, seorang yang memadukan pengamalan fikih dengan tasawuf akan menjauhi pola hidup hedonis
Â
Daftar Pustaka
 Â
Ali, Mukti, Agama dan Pembentukan Kepribadian Nasional, Yogyakarta: Yayasan Nida, 1969
 Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI UMY. Cet. IV. 2004
 Anwar, Rasihon, dan Dr. Mukhtar Solihin, M. Ag, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
 Huda, Miftahul. Filsafat Hukum Isla. Ponorogo: Stain Ponorogo Press. 2006
 Badaruddin, Kemas. Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009