Mohon tunggu...
Purnama Tambunan
Purnama Tambunan Mohon Tunggu... Tutor - Badminton Lover

""Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya" tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar. Terimalah dan hadapilah." (Soe Hok Gie)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menjelajah Flash Disk Cinta

20 Juni 2015   16:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:01 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di kamarnya, Tama tengah sibuk meliukkan pena di atas kertas, membuat sesuatu yang belum pernah dilakukannya untuk seseorang. Saat duduk di bangku sekolah tempo dulu, dia pernah membuatnya untuk memenuhi tugas sekolah. Namun, yang dilakukannya malam ini sangat jauh berbeda, karena yang satu ini merupakan luapan hati yang didasari keinginan tulus dan jauh dari sekadar memenuhi tuntutan tugas.

Tama berusaha keras membuatnya. Sering kali dia berhadapan dengan ”jalan buntu”. Tetapi api semangat dan tekad yang menggelora membuatnya mampu mendobraknya. Karyanya ini harus spesial dan harus membuat seseorang di sana berjuang untuk mendapatkannya. Pantang bagi Tama untuk memberikan kemudahan pada seseorang itu untuk menikmatinya.

Berulang kali Tama mencermati hasil liukkan penanya. Setelah mantap, Tama memindahkannya ke laptop. Dia simpan karya ciptanya dalam flash disk. Sesaat dipandangnya perangkat mini itu sambil tersenyum puas.

”Sesuatu yang istimewa, untuk seseorang yang sangat istimewa.”

***

Ngapain Abang minta ketemu, toh nanti aku datang mengantar Abang,” kata Lasma duduk di samping Tama, di atas bangku marmer di depan pintu masuk perpustakaan pusat sebuah universitas.

”Kau mau mengantarku?” tanya Tama takjub.

”Ya, iyalah,” jawab Lasma mantap. ”Abang nggak suka, ya?” sambung Lasma dengan wajah cemberut.

”Nggak suka!” sahut Tama tegas.

Bibir Lasma semakin mengerucut.

Tama malah senang melihat ekspresi gadis di sampingnya. Semakin cemberut, berarti semakin kesal, tandanya semakin menyayanginya. Setelah puas menyaksikan kekesalan Lasma, Tama sedikit mencondongkan badan ke samping dan berbisik, ”nggak ’suka’, soalnya ’suka banget’.”

Senyum Lasma merekah. Dia menunduk tersipu, tak sanggup beradu pandang.

”Tetapi sebaiknya kau nggak usah mengantarku, Las. Itu membuatku tambah sedih,” kata Tama murung. ”Please.”

Lasma mengangguk.

”Ini untukmu, Las.”

”Apa ini?” Lasma tahu yang disodorkan Tama itu perangkat keras untuk menyimpan data. Namun, dia ingin tahu maksud Tama memberikan itu.

”Ada sesuatu di dalamnya. Lihat dan baca satu-satu, ya,” pinta Tama.

”Sesuatu?”

”Iya, sesuatu, Nona manis.”

”Kejutan?” tanya Lasma girang.

”Hmm, tergantung bagaimana kau melihatnya.”

”Awas ya, kalau isinya macam-macam!” ancam Lasma sambil berkacak pinggang dan mengacungkan flash disk itu ke arah Tama. Tama tersenyum melihat tingkahnya.

Keduanya lalu meninggalkan perpustakaan pusat. Tama mengantar Lasma sampai di depan mulut gang sempit, tempat biasa dia mengantar Lasma.

”Lihat dan baca semua ya, Las. Jangan sampai ada yang terlewat,” kata Tama memperingatkan, tak ada lagi nada meminta.

”Siap, Bos!” kata Lasma meyakinkannya.

“Aku langsung balik, ya.”

”Hati-hati, ya, Bang.”

Tama mengangguk dan tersenyum sambil memandang Lasma sejenak dari atas motornya. Sebetulnya dia masih ingin berlama-lama di sana. Andai saja perpisahan ini dapat diundur. Andai saja sang waktu mau berbaik hati memberikan kesempatan padanya untuk mendapatkan bonus jumlah jam dalam sehari: tidak dua puluh empat jam lagi, melainkan tiga puluh jam sehari.

God bless you, Las.”

God bless you too, Bang.”

Lasma berdiri terpaku, memandang laki-laki di atas motor menjauh sampai hilang di tikungan jalan. Dia raih benda mungil dari kantong celananya, memandangnya sesaat, lalu berjalan kembali ke tempat kosnya, sambil menggenggam erat benda mungil itu.

***

Flash disk yang diberikan Tama sama seperti flash disk pada umumnya. Secara fisik tidak ada yang istimewa. Lasma langsung berkutat dengan flash disk itu sesampainya di kamar kos. Saat benda itu dihubungkan ke USB port di CPU-nya, pada layar monitor muncul flash disk berlabel 'AMSAL', dengan gambar obat sebagai ikonnya. Lasma mengamati kata ’AMSAL’. Amsal merupakan kitab yang sebagian besar ditulis oleh Salomo. Entah mengapa Tama melabelinya dengan kata itu. Lasma menduga bahwa Tama ingin dirinya lebih rajin membaca nasihat-nasihat dalam kitab itu.

Lasma bergegas membuka isi flash disk pemberian Tama. Di sana ada tiga folder (salah satunya zip folder), file bernama ’P7K.rtf’, ’autorun.inf’, ’desktop.ini’, ’obat.ico’, dan sebuah file gambar berformat jpeg. File terakhir dijadikan background flash disk, yaitu foto saat Lasma berlibur bersama kedua kakaknya dan Tama.

Lasma jelajahi satu per satu folder. Isi folder bernama ’Borobudur’ membuat Lasma tersenyum. Di dalam folder itu ada foto dirinya yang kegirangan karena berhasil memegang patung Budha dalam stupa. Lalu ada folder bernama ‘Walking_With_Him’. Dalam folder ini ada video animasi berformat swf. Lasma klik setiap video itu, video animasi inspiratif, yang menceritakan kisah perjalanan hidup seseorang dengan Sang Pemberi Hidup.

Lasma bergeser ke bawah, melihat satu-satunya zip folder. Tanpa mengekstraknya lebih dulu, Lasma langsung mengklik file itu. Bukannya terbuka, malah muncul kotak perintah memasukkan kata kunci. Hanya satu file di dalamnya. File, yang bernama ’Cinta.rtf’, itu seolah mengejeknya.

”Di mana kata kuncinya? Bang Tama lupa memberi tahuku? Atau lupa mencantumkan dalam flash disk ini?” batin Lasma. Lasma menutup folder itu. Dia mencermati kembali isi flash disk. Masih ada satu file, file bernama ‘P7K’. Lasma membukanya.

Pro: Amsal :)
“’Pro: Amsal’? ‘Untuk: Amsal’?” kata Lasma bingung. “Aku kan ‘Lasma’, Bang,” celotehnya, mengkritisi kata yang Tama pilih. Lasma mengamati baris pertama pada halaman itu. Tak butuh banyak waktu untuk memahami pilihan kata itu. Kini Lasma mengerti, ‘Amsal’ itu sebuah anagram. Lasma bergerak ke baris-baris berikutnya.

Selamat datang di halaman petunjuk ini. Halaman ini akan menuntunmu meraih kunci pintu kebuntuan. Simak mekanisme meraih kunci. Pahami dan kaitkan tiap baris di bawah.

Aku sangat dekat dengan duniamu
Aku terdiri dari tujuh unsur
Aku punya induk yang mirip denganku (kami hanya berbeda satu metil)
Beliau sangat terkenal di dunia olahraga
Aku dan anakku juga tak kalah populer
Seseorang justru tersohor karena anakku, sampai digelari ratu segala
Cobalah aku, aku akan membuatmu bergantung padaku

WASPADALAH! JUMLAH BISA MENYERETMU KE LEMBAH KESESATAN!

Aha! Rupanya Tama mau menantangnya, mengajaknya bermain teka-teki.

***

Sudah empat malam berlalu, namun Lasma belum mampu menemukan jawaban. Sudah cukup lama sebetulnya Lasma ’bermain’ dengan teka-teki Tama! Selama lima hari berkomunikasi dengan kekasihnya nun jauh di sana, Lasma selalu berharap Tama tak menagihnya jawaban teka-teki itu. Dan Lasma sangat bersyukur, Tama tak sekalipun menyinggung teka-teki ini. Sepertinya Tama sedang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi Lasma untuk memecahkannya.

Terlintas dalam benak Lasma untuk meminta bantuan dari orang lain, namun Lasma bertekad hendak memecahkannya seorang diri. Lasma tak mau menyerah begitu saja. Dia mantap mau unjuk gigi pada Tama.

Lasma kembali berkutat dengan petunjuk teka-teki itu. Dia mencermati tujuh baris petunjuk.

... dekat dengan duniamu
Duniamu. Dunia Lasma. Dunia Farmasi. Lasma yakin kata kuncinya adalah nama obat. Secara fisik flash disk sudah membantunya. Tama melabelinya dengan ikon obat.

... tujuh unsur
Tujuh huruf! Lasma menduga Tama mengumpamakan huruf dengan unsur.

... induk ... berbeda satu metil
Lasma tahu obat yang dimaksud Tama mempunyai ‘induk’. Berati obat ini sebuah senyawa turunan dari ‘induk’ itu. Hal ini dipastikan lebih jauh dengan pernyataan selanjutnya ‘berbeda satu metil’. Obat ini sepertinya termetilasi.

...terkenal di dunia olahraga
Si induk dari obat ini terkenal di dunia olahraga. Ini pasti ada kaitannya dengan doping. Tapi begitu banyak obat yang dipakai untuk doping. Lasma bingung bagaimana menyaring sekian banyak senyawa doping menjadi obat yang dimaksud Tama.

Lasma mencoba membuka buku teks tentang obat. Dia cari kata ‘doping’ di bagian indeks. Doping dapat digunakan oleh atlet untuk menguatkan otot, misalnya untuk atlet atletik, angkat besi, dan binaraga. Doping dapat berupa hormon, misalnya steroid androgen, anabolik, somatotrofin. Ada pula doping nonhormonal, misalnya amfetamin, adrenergik, eritropoetin, dan bahkan darah sendiri. Lasma tinggalkan baris itu, bergerak ke baris selanjutnya.

Aku dan anakku juga tak kalah populer
Berarti obat ini punya turunan, dan keduanya sama-sama terkenal.

Seseorang ... digelari ratu …
”Ratu apa? Ratu Obat? Jelek sekali sebutannya,” gumam Lasma. Dia tinggalkan juga baris itu.

... bergantung ...
Obat ini pastilah membuat ketergantungan. Narkoba. Tujuh huruf. Lasma sudah memasukkan kata ini, tapi tidak cocok. Ini sebenarnya kata asal-asalan yang terpaksa Lasma masukkan saking tidak tahu lagi apa yang harus dimasukkannya sebagai kata kunci.

”Narkoba kurang spesifik. Ini kan kata yang tergolong umum,” batinnya. Ada macam-macam senyawa yang tergolong narkoba. Tidak tahu induknya apa dan mana yang termetilasi. Tapi kata asal saja ini perlahan membantu Lasma mempersempit lingkup pemikirannya. Dia kembali bergairah.

Lasma kini fokus dengan senyawa-senyawa yang tergolong narkoba.

”Harus tujuh huruf,” gumam Lasma.

Sabu-sabu jelas kepanjangan.

Ganja terlalu pendek.

Heroin... morfin... morfina. Ratu Morfina. Keren juga namanya, pikir Lasma. Tapi sayangnya Lasma belum pernah mendengar julukan ini.

Ekstasi, terdiri dari tujuh huruf, dan ada Ratu Ekstasi, julukan yang diberikan kepada salah satu artis tanah air. Lasma girang sekali, mendadak mendapatkan hubungan yang masuk akal ini. Jantungnya berdegup kencang. Dia ketik tujuh huruf itu. File tetap tak terbuka. Ekstasi bukan kata kuncinya. Lasma benar-benar kecewa. Pada hal dia sudah sangat yakin.

Ekstasi...

Dia cermati huruf di sana dan berpikir, “Apa sebenarnya maksud ’tujuh unsur’ itu?”

Lasma kembali mencermati petunjuk itu. Tujuh unsur, memang tujuh huruf. Atau jangan-jangan unsur dalam arti yang sesungguhnya: karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur, klorida... Ah, ini terlalu spesifik. Sulit sekali mencari sebuah senyawa yang hanya memiliki tujuh unsur. Memangnya ada zat doping yang tersusun dari tujuh unsur saja? Misalnya, tujuh karbon saja. Metil (CH3, sebuah karbon plus tiga hidrogen) saja sudah mengambil jatah empat unsur. Tidak mungkin kalau hanya terdiri dari tujuh unsur. Mungkin yang dimaksud Tama adalah komponennya, penyusunnya. Jadi, bukan keseluruhan unsurnya atau hurufnya berjumlah tujuh.

Lasma paham. Pantas saja ekstasi ditolak. Kata ‘ekstasi’ terdiri dari huruf e, k, s, t, a, dan i. Enam huruf. Kembali dia cermati petunjuk yang membangkitkan rasa penasarannya. Ada satu lagi yang dia mengerti. Bila ’eksatasi’ digunakan sebagai kata kunci, maka yang digunakan sebagai nama gelar malah si aku. Pada hal yang seharusnya adalah si anak. Jelas salah.

Lasma tak menyangka Tama bisa mempersulitnya seperti ini. Memaksanya mengobrak-abrik lipatan-lipatan otaknya. Entah dari mana asal bakat Tama yang satu ini.

Lasma kembali mengamati file petunjuk dan melihat kalimat paling bawah.

...JUMLAH BISA MENYERETMU KE LEMBAH KESESATAN!
Ya, Lasma memang sudah tersesat. Tepatnya terjebak! Tama yang menjebaknya.

Ekstasi...

Lasma kembali membuka buku teksnya. Ekstasi memiliki nama kimia Metilen Dioksi Metil Amfetamin (MDMA). Cukup panjang namanya. Dari nama ini dapat diketahui bahwa ekstasi masih ’berkerabat dekat’ dengan amfetamin.

Metil amfetamin. Nama ini menarik perhatian Lasma.

“Oh, metil amfetamin bersinonim dengan metamfetamin, nama kimia dari sabu-sabu,” gumamnya. ”Jadi, ekstasi itu senyawa turunan dari metamfetamin. Metamfetamin itu senyawa turunan dari amfetamin!” sambung Lasma. Senyum Lasma merekah.

“Atau begini kalau dibalik: amfetamin merupakan senyawa induk dari metamfetamin. Metamfetamin merupakan senyawa induk dari MDMA atau ekstasi.”

Amfetamin, metamfetamin, dan MDMA, ketiganya memang terkenal. Urutan ketiganya menggelitik Lasma. MDMA, si ekstasi itu, berada di posisi ‘anak’.

Seseorang justru tersohor karena anakku, sampai digelari ratu segala.

Ratu Ekstasi!

Metamfetamin, si aku.

Lasma cermati huruf–huruf penyusunnya. Pas!

Jantung Lasma kembali berdegup. Dia klik zip folder itu, lalu menggeser mouse, mengarahkan kursornya ke file bernama 'Cinta.rtf'. Seperti yang sudah dilihatnya, muncul kotak permintaan kata kunci. Dia masukkan kata kunci yang baru saja dia dapatkan! Tombol ’Enter’ ditekannya mantap.

”Berhasil” pekik Lasma. Perasaan Lasma benar-benar mengembang. Dia tersenyum puas. Muncul sebuah tulisan yang membuat Lasma bergeming.

Aku tahu, saatnya akan tiba
Air mata perpisahanku akan tumpah
Asosiasi pasti terbit pasca disosiasi semu ini. Percayalah!
Karena hanya sejauh jari-jari atom jarak kita!

Kau tahu, aku tak ahli meracik kata
Kau tahu, aku hanya penekun ilmu kimia biasa
Tapi kucoba perlahan merekayasa... untukmu...

Cinta...
Jauh lebih sulit dipahami dibanding teori orbital molekul
Lebih sukar daripada menjelaskan reaktivitas nukleofilik

Yang kutahu,
Sekonyong-konyong spektrum warna pelangi menjadi kalah indah
Kristal osazon hanya salah satu yang tercantik
Asam klorida pekat gagal sebagai yang terpedih
Metanol bukan satu-satunya yang membutakan

Sekelumit cinta mengacaukan metabolisme tubuh
Sanggup memacu sekresi adrenalin
Kerap meningkatkan produksi endorfin dalam raga
Berkhasiat meredam panas egoisme
Ampuh menekan pelepasan kalor amarah

Kuenggan mengecewakan Maha Cinta
Bantu aku memelihara anugerah-Nya
Kelak tak sevolatil minyak atsiri
Kuat melebihi ikatan nitrogen

Oh, sumber energiku
Terima kasih bersedia menjadi cintaku

Lasma terdiam menatap layar monitornya. Menurutnya yang ditulis Tama amat lebay dan gombal! Tapi entah mengapa Lasma menyukainya.

”Huh, dasar kau, Bang! Kurang kerjaan!” kata Lasma pada foto di samping PC-nya. Lasma langsung meraih handphone-nya. Jemarinya bergerak lincah. Hanya satu kalimat yang dia tulis.

Hai, kau yang di sana, sang penekun ilmu kimia biasa dan tak ahli meracik kata! :P

Tak lama berselang, handphone Lasma bergetar. Tama!

***

Alur Laut, 20 Juni 2015
(Gambar merupakan koleksi pribadi)

***

Cerpen lainnya:
Misteri yang Terungkap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun