Mohon tunggu...
Pura Pura Penyair
Pura Pura Penyair Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Pura-Pura Penyair merupakan komunitas menulis yang berfokus pada laku budaya kreatif berpuisi sekaligus media publikasi: tempat puisi diapresiasi. Terbentuk di Yogyakarta pada 12 April 2017. Instagram: @purapurapenyair

Selanjutnya

Tutup

Seni

Bersama Teman Lama & 5 Puisi Lainnya

19 Januari 2024   02:07 Diperbarui: 20 Januari 2024   01:07 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain Gambar: @purapurapenyair

Puisi Pilihan Redaksi
PURA-PURA PENYAIR
Periode Perilisan:
10 – 25 Februari 2019

SENARAI PENULIS:
Almer Kasa | Anil Safrianza
Hendri Krisdiyanto | Pusvidefi
Muhammad Daffa | Agung Wicaksana

•••

Almer Kasa
CELANA, PACAR, DAN KOPI

Celanaku yang lusuh
kini bercampur bercak kopi
yang terjun dari mulutku
saat membaca suratnya yang lucu;
Aku sekarang sudah jago minum kopi, tahu!

Aku jadi ingat kisah tempo dulu;
wajahnya sungguh lucu
ketika ia coba-coba minum kopiku
yang sudah lama dihinggapi rindu.

2019

•••

Anil Safrianza
AKU INGIN

Aku ingin berhenti menulis saja
Sebab setiap kata-kata yang aku punya
Adalah kau yang kusebut cinta

Entah kenapa, setiap diksi yang lahir
Terus-menerus berganti bunyi, namun
Tak pernah mampu berlain arti

Kutulis; dia, namun puisi selalu menjadi kau
Kau yang tak pernah hilang di dada
Yang tak pernah luput dari setiap makna kata-kata

Aku ingin berhenti menulis saja
Melupakan kata-kata, namun sayang
Tanda koma sebagai jeda telah tiada
Hanya tersisa tanda titik, dan itu
setelah namamu sebelum kata rindu

MALANG, 9 JANUARI 2018

•••

Hendri Krisdiyanto
BERSAMA TEMAN LAMA

Kami duduk berdua di taman
Udara beku, suasana kaku
Setiap kata yang keluar dari mulutku
Adalah kenangan dari masa lalu.

Langit mendung
Gerimis jatuh perlahan
Kita berteduh berduaan.

Lalu, kau berkata dan bertanya.
"Dari apakah dingin terbuat?"
Aku tak menjawab
Kemudian memelukmu erat-erat
Di dekat telingamu aku berbisik.
"Di dalam peluk, dingin hanya sebatas bayang."

YOGYAKARTA, 2019

•••

Pusvidefi
OMBAK BONO, KENANGAN
YANG TAK BAKAL DISEPUH
OLEH WAKTU

/1/
Awal jumpa pada kenangan itu; desau angin musim hujan begitu deru, turun sebutir lalu menderas.
Di mana tubuhmu gigil diseduh dingin yang mengancam
teramat lamat kutatap wajahmu digenangi raut kecemasan.

namun, cepat tertangkis dengan gelak tawa meringis.
Kamu tahu, kala itu hatiku kemayu. Ketika kau sodorkan segelas kopi—mengantar hangat tubuh di antara deram guntur, dan ombak menggelegar runtuh.

/2/
Di pendopo, selepas deras hujan berangin, seketika lampu-lampu padam, gelap mendiami ilang jalan. namun tidak dengan hati yang benderang

dihias kerlip rona senyuman, sesekali kutikam hatimu dengan rayuan puisi agar terdeteksi pikatnya daku mendambamu; pujaan

lalu jam menunjukkan angka 12 malam, orang-orang sibuk menguap, menina-bobokan mata yang hampir redup.

Obor masih kupegang menyalakan kenangan yang tak bakal kulupakan.

/3/
Pagi sekali embun lahir, tubuh oleng terbangun, mencicipi bantal pesing.

Sekawanan masih sibuk berbincang seputar malam yang belum tuntas kita nikmati.

Tapi katamu, ”kita sudah teramat bahagia lewat perjumpaan yang tidak terduga."

Perlahan matahari naik,

Bulir-bulir rindu menghilir

ombak menghempas.

Kita berlari bagai gembala ditiup angin girang

"Lalu kenangan mana lagi yang tak bakal disepuh oleh waktu," kataku merayu.

2019

•••

Muhammad Daffa
DENGAN LUKAMU, AKU MENGAJI
YANG SILAM TERKENANG

Bukan air mata
Menggugur tabiat doa

Malam pun deru
Bayang-bayang

Meninggalkan jejak
Khatam di tanah

Tak seorang anak yang coba bermain

Atau mengajaknya tersenyum
Dengan pertanyaan yang palsu

"apakah bayang-bayang
hanya ilusi
pada dinihari
ketika secangkir kopi genap mencatat
Lukamu di lambungku?"

Lukamu yang membuat diriku percaya bahwa yang silam dapat kukaji dengan ingatan mengenang, membolak-balik obituari angan.

SURABAYA, FEBRUARI 2019

•••

Agung Wicaksana
MENCARI

di kelas, guru agamaku berkata,
"tuhan adalah yang maha rendah hati dan maha welas asih."
ia lanjut meyakinkanku, "tuhan itu dekat. benar-benar dekat. tuhan ada di sekeliling kita."

aku bertanya,
"tapi dia ada di mana, bu?
aku tak pernah melihatnya selama ini.
apakah dia selalu bolos sekolah atau
rumahnya kelewat jauh
dari rumahku dan kita?"

guruku berbisik kepadaku,
"kelak, kau akan temukan tuhan.
suatu hari kau pasti bertemu dengannya."

pulang sekolah, aku cari alamat tuhan di google. tapi tak ditemukan pastinya.
aku cari nomor telepon tuhan di buku kuning. tapi tak tersedia hasilnya.
kucari di ruang tamu tak ada.
kucari di kamar makan tak ada.
begitupun di pos ronda dan di kamar mandi.

lalu aku ke kamar tidurku.
sisirku di atas alkitab
wajahku sejenuh cermin.

aku bertanya.
"kenapa kau taruh aku di dalam tubuh ini."

2019

•••

Ilustrasi | Pinterest
Kurator & Editor | Daffa Randai
Desain Gambar | Pura-Pura Penyair
Sumber Puisi | Instagram: @purapurapenyair

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun