Pusvidefi
OMBAK BONO, KENANGAN
YANG TAK BAKAL DISEPUH
OLEH WAKTU
/1/
Awal jumpa pada kenangan itu; desau angin musim hujan begitu deru, turun sebutir lalu menderas.
Di mana tubuhmu gigil diseduh dingin yang mengancam
teramat lamat kutatap wajahmu digenangi raut kecemasan.
namun, cepat tertangkis dengan gelak tawa meringis.
Kamu tahu, kala itu hatiku kemayu. Ketika kau sodorkan segelas kopi—mengantar hangat tubuh di antara deram guntur, dan ombak menggelegar runtuh.
/2/
Di pendopo, selepas deras hujan berangin, seketika lampu-lampu padam, gelap mendiami ilang jalan. namun tidak dengan hati yang benderang
dihias kerlip rona senyuman, sesekali kutikam hatimu dengan rayuan puisi agar terdeteksi pikatnya daku mendambamu; pujaan
lalu jam menunjukkan angka 12 malam, orang-orang sibuk menguap, menina-bobokan mata yang hampir redup.
Obor masih kupegang menyalakan kenangan yang tak bakal kulupakan.
/3/
Pagi sekali embun lahir, tubuh oleng terbangun, mencicipi bantal pesing.
Sekawanan masih sibuk berbincang seputar malam yang belum tuntas kita nikmati.
Tapi katamu, ”kita sudah teramat bahagia lewat perjumpaan yang tidak terduga."
Perlahan matahari naik,