Puisi Pilihan Redaksi
PURA-PURA PENYAIR
Periode Perilisan:
10 – 25 Februari 2019
SENARAI PENULIS:
Almer Kasa | Anil Safrianza
Hendri Krisdiyanto | Pusvidefi
Muhammad Daffa | Agung Wicaksana
•••
Almer Kasa
CELANA, PACAR, DAN KOPI
Celanaku yang lusuh
kini bercampur bercak kopi
yang terjun dari mulutku
saat membaca suratnya yang lucu;
Aku sekarang sudah jago minum kopi, tahu!
Aku jadi ingat kisah tempo dulu;
wajahnya sungguh lucu
ketika ia coba-coba minum kopiku
yang sudah lama dihinggapi rindu.
2019
•••
Anil Safrianza
AKU INGIN
Aku ingin berhenti menulis saja
Sebab setiap kata-kata yang aku punya
Adalah kau yang kusebut cinta
Entah kenapa, setiap diksi yang lahir
Terus-menerus berganti bunyi, namun
Tak pernah mampu berlain arti
Kutulis; dia, namun puisi selalu menjadi kau
Kau yang tak pernah hilang di dada
Yang tak pernah luput dari setiap makna kata-kata
Aku ingin berhenti menulis saja
Melupakan kata-kata, namun sayang
Tanda koma sebagai jeda telah tiada
Hanya tersisa tanda titik, dan itu
setelah namamu sebelum kata rindu
MALANG, 9 JANUARI 2018
•••
Hendri Krisdiyanto
BERSAMA TEMAN LAMA
Kami duduk berdua di taman
Udara beku, suasana kaku
Setiap kata yang keluar dari mulutku
Adalah kenangan dari masa lalu.
Langit mendung
Gerimis jatuh perlahan
Kita berteduh berduaan.
Lalu, kau berkata dan bertanya.
"Dari apakah dingin terbuat?"
Aku tak menjawab
Kemudian memelukmu erat-erat
Di dekat telingamu aku berbisik.
"Di dalam peluk, dingin hanya sebatas bayang."
YOGYAKARTA, 2019
•••
Pusvidefi
OMBAK BONO, KENANGAN
YANG TAK BAKAL DISEPUH
OLEH WAKTU
/1/
Awal jumpa pada kenangan itu; desau angin musim hujan begitu deru, turun sebutir lalu menderas.
Di mana tubuhmu gigil diseduh dingin yang mengancam
teramat lamat kutatap wajahmu digenangi raut kecemasan.
namun, cepat tertangkis dengan gelak tawa meringis.
Kamu tahu, kala itu hatiku kemayu. Ketika kau sodorkan segelas kopi—mengantar hangat tubuh di antara deram guntur, dan ombak menggelegar runtuh.
/2/
Di pendopo, selepas deras hujan berangin, seketika lampu-lampu padam, gelap mendiami ilang jalan. namun tidak dengan hati yang benderang
dihias kerlip rona senyuman, sesekali kutikam hatimu dengan rayuan puisi agar terdeteksi pikatnya daku mendambamu; pujaan
lalu jam menunjukkan angka 12 malam, orang-orang sibuk menguap, menina-bobokan mata yang hampir redup.
Obor masih kupegang menyalakan kenangan yang tak bakal kulupakan.
/3/
Pagi sekali embun lahir, tubuh oleng terbangun, mencicipi bantal pesing.
Sekawanan masih sibuk berbincang seputar malam yang belum tuntas kita nikmati.
Tapi katamu, ”kita sudah teramat bahagia lewat perjumpaan yang tidak terduga."
Perlahan matahari naik,
Bulir-bulir rindu menghilir
ombak menghempas.
Kita berlari bagai gembala ditiup angin girang
"Lalu kenangan mana lagi yang tak bakal disepuh oleh waktu," kataku merayu.
2019
•••
Muhammad Daffa
DENGAN LUKAMU, AKU MENGAJI
YANG SILAM TERKENANG
Bukan air mata
Menggugur tabiat doa
Malam pun deru
Bayang-bayang
Meninggalkan jejak
Khatam di tanah
Tak seorang anak yang coba bermain
Atau mengajaknya tersenyum
Dengan pertanyaan yang palsu
"apakah bayang-bayang
hanya ilusi
pada dinihari
ketika secangkir kopi genap mencatat
Lukamu di lambungku?"
Lukamu yang membuat diriku percaya bahwa yang silam dapat kukaji dengan ingatan mengenang, membolak-balik obituari angan.
SURABAYA, FEBRUARI 2019
•••
Agung Wicaksana
MENCARI
di kelas, guru agamaku berkata,
"tuhan adalah yang maha rendah hati dan maha welas asih."
ia lanjut meyakinkanku, "tuhan itu dekat. benar-benar dekat. tuhan ada di sekeliling kita."
aku bertanya,
"tapi dia ada di mana, bu?
aku tak pernah melihatnya selama ini.
apakah dia selalu bolos sekolah atau
rumahnya kelewat jauh
dari rumahku dan kita?"
guruku berbisik kepadaku,
"kelak, kau akan temukan tuhan.
suatu hari kau pasti bertemu dengannya."
pulang sekolah, aku cari alamat tuhan di google. tapi tak ditemukan pastinya.
aku cari nomor telepon tuhan di buku kuning. tapi tak tersedia hasilnya.
kucari di ruang tamu tak ada.
kucari di kamar makan tak ada.
begitupun di pos ronda dan di kamar mandi.
lalu aku ke kamar tidurku.
sisirku di atas alkitab
wajahku sejenuh cermin.
aku bertanya.
"kenapa kau taruh aku di dalam tubuh ini."
2019
•••
Ilustrasi | Pinterest
Kurator & Editor | Daffa Randai
Desain Gambar | Pura-Pura Penyair
Sumber Puisi | Instagram: @purapurapenyair
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H