Mohon tunggu...
Puji Khristiana
Puji Khristiana Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga 2 anak yang hobi menulis

Bekerja sebagai penulis konten dan blogger

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Pesugihan Digital

8 Februari 2022   15:34 Diperbarui: 8 Februari 2022   15:50 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dav, Lu serius ini tempatnya?"

Aku bertanya pada David. Memastikan bahwa tempat praktik Mbah Rawa Gumpala memang di sini. David menatap layar smartphonnya. Melihat sebuah alamat yang tertera di official website.

"Iya. Memang ini tempatnya. itu papan namanya sama seperti di websitenya. Cobalah masuk dulu."

Sebuah papan nama besar terpampang pada tembok bagian atas.

"PESUGIHAN KANDANG AMBYAR KI RAWA GUMPALA"
Mengobati kemiskinan dengan kaya alami, tanpa efek samping, tanpa sajen, jimat dan tumbal
Praktik Rabu-Senin Pukul 11.00 - 22.00
Selasa dan Rabu Pon Libur
Hari Besar Tetap Buka

David yang sebenarnya kurang yakin itu menarik tanganku. Melangkah mendekati seorang laki-laki yang berdiri sopan di depan pintu. Perawakannya mirip bouncer yang sering berjaga di depan pintu sebuah club, pub, diskotek, dan sejenisnya.

Berbadan tegap dengan garis wajah yang terlihat tegas tapi tetap sopan. Bedanya, kalau bouncer biasanya menggunakan kaos ketat lengkap dengan tato di beberapa bagian tubuh, dia jauh terlihat lebih bersahabat.

Apalagi dengan seragam yang digunakan. Celana panjang, baju lurik Jawa, lengkap dengan blangkon minimalis di kepala. Tanpa pentungan atau senjata lainnya. Hanya sebuah name tag di dada sebelah kiri. Sugiono, Security.

Seragam Security yang terlihat sangat modern, segar, bersih dan rapi. Tanpa meninggalkan kesan karakter kearifan lokal budaya setempat.

"Selamat siang, Pak. Eh, mas. Apa betul ini tempat praktek Mbah Rawa Gumpala?"

David mencoba tanya dengan nada pelan, sopan, dan penuh kehati-hatian. Sampai harus mengoreksi sapaan dari pak menjadi mas. Memang betul. Laki-laki yang mungkin bernama Sugiono ini lebih pantas dipanggil mas daripada pak.

"Betul. Pasien baru ya?"

Aku dan David saling tatap. Kurang setuju disebut pasien. Tapi baiklah. Tidak penting untuk mempermasalahkan sebutan itu.

"Iya. Mau ketemu sama Mbah Rawa Gumpala."

"Sudah daftar via transfer dan WA? Bisa saya lihat notifikasi yang dikirimkan ke WA?"

Aku memperlihatkan sebuah notifikasi yang dikirim admin ke WA. Mas Sugiono terlihat manggut-manggut.

"Silakan masuk dulu. Pasien masih antri."

Aku dan David mengikuti saja langkah Mas Sugiono. Berjalan menuju meja resepsionis. Mengambil nomor antrian.

"Ini nomor antriannya. Monggo, duduk dulu."

Dengan logat medok khas Jawa, Mas Sugiono menunjuk sebuah kursi panjang yang berjejer di ruang tunggu menggunakan jempol tangan kanannya. Tetap sopan dan ramah. Mataku terbelalak saat melihat nomor antrian kami. Nomor 75.

"Mas, yang di dalam ruangan Mbah Rawa Gumpala kira-kira pasien nomor berapa ya?"

"Itu, di layar sudah ada informasinya."

Aku menelan ludah. Nomor 20? Berarti masih harus menunggu 55 pasien lagi? Ternyata banyak juga orang yang ingin kaya tapi malas kerja keras.

Tak ada pilihan lain. Aku dan David memilih duduk di bangku paling pojok. Mengamati ruangan yang lebih mirip disebut sebagai ruang praktik dokter di klinik faskes 1 BPJS. Daripada ruang praktik dukun pesugihan yang katanya sukses mengantarkan banyak orang menjadi kaya dengan cara alami dan bertahap.

Apes adalah alasan kenapa aku sampai ke tempat ini. Bisnis bangkrut, ditipu teman, dikejar-kejar debt collector, hingga istri kabur karena aku ketahuan memiliki tiga istri simpanan. Parahnya lagi, ketiganya juga sepakat kabur saat aku tidak mampu lagi memberi uang jatah berlebih pada mereka.

Beruntung masih ada David. Teman terbaik semenjak bangku kuliah yang menolong memberi tumpangan saat rumahku disita bank. Dan David pula yang menyarankan agar aku meminta bantuan pada Mbah Rawa Gumpala.

Seorang paranormal di lereng Gunung Kemukus. Yang konon katanya mampu membantu mengatasi masalah keuangan dengan bantuan makhluk tak kasat mata. Sejenis setan, jin, tuyul, ataupun spesies lainnya.

Awalnya aku menolak usul gila David. Aku memang bukan orang yang agamis. Tapi meminta bantuan setan untuk mendatangkan banyak kekayaan hanya akan melukai kredibilitas alumni kelas bisnis sepertiku.

Berbagai teori dari motivator hebat mulai dari Andre Wongso, Bong Chandra, Hermawan Kartajaya hingga Mario Teguh akan luntur begitu saja. Kalah dengan dukun pesugihan yang hanya meminta uba rambe lengkap dengan mahar uang yang nilainya separuh harga dari tiket kelas motivasi yang pernah kuikuti.

Terdengar dua orang laki-laki dan perempuan keluar dari ruangan praktik Mbah Rawa Gumpala. Dilihat dari gayanya, sepertinya mereka suami istri. Terdengar notifikasi dari arah resepsionis. Meminta nomor antrian selanjutnya masuk ruangan.

Aku merapatkan jaket. Lereng Gunung Kemukus sudah cukup dingin. Tapi kenapa di ruangan ini masih pakai pendingin ruangan?

Awalnya aku mengira akan datang di sebuah goa angker. Atau kuburan keramat yang memiliki pohon besar. Lengkap dengan uba rambe perdukunan yang sering kulihat di sinetron-sinetron televisi. Seperti kembang tujuh rupa, dupa yang selalu mengepul, dan aroma mistis yang bikin merinding.

Tapi ini berbeda. Mbah Rawa Gumpala mungkin lebih menyukai tempat praktik yang modern dan artistik. Bukan lagi di tempat-tempat angker tempat setan dan jin berkumpul melakukan sidang paripurna. Tapi di sebuah ruko mewah dengan desain interior berkarakter budaya Jawa.

"Rick, mau minum? Tuh, ada minuman hangat gratis. Mau teh hangat, susu jahe atau kopi?"

Aku menengok ke arah yang dituju David. Terdapat sebuah meja sedang. Di atasnya ada dispenser air yang berisi berbagai jenis minuman hangat. Tapi bukan itu yang menarik perhatianku. Melainkan sebuah layar LED lebar yang menempel pada tembok atasnya.

Sepertinya Mbah Rawa Gumpala memang layak disebut sebagai pebisnis pesugihan digital. Lihatlah bagaimana layar lebar LED itu memperlihatkan caranya melakukan digital marketing. Persis seperti yang kulihat di websitenya.

Ada beberapa slide iklan yang memperlihatkan testimoni mantan pasien-pasiennya. Entah mereka layak disebut sebagai orang kaya atau hanya sebatas pamer.

Mulai dari orang yang membawa gepokan uang ratusan ribu, saldo ATM dengan nilai puluhan milyar, hingga orang yang Selfi dengan Mbah Gumpana di depan sebuah mobil mewah Hennessey Venom GT Spyder produksi tahun 2011. Mobil yang hanya diproduksi 6 unit saja di dunia.

Belum lagi berbagai testimoni video yang ditampilkan. "Saya Luna. Ibu rumah tangga anak tiga yang bangkrut dan ditinggal suami kawin lagi. Setelah mengamalkan berbagai amalan yang dianjurkan Mbah Rawa Gumpala, sekarang saya telah bisa bangkit dan memiliki 15 perusahaan dengan ratusan karyawan."

Luna Maya atau Luna yang biasa nelphon nawarin kartu kredit? Aku menggeleng kepala berkali-kali. Takjub sekaligus bingung.

"Serius, Lu nggak mau minum?"

"Eh, bukan itu maksud gue. Okelah. Gue milih susu jahe aja."

Tanpa komentar apapun, David langsung beranjak dan kembali dengan membawa dua cangkir minuman. Susu jahe untukku, dan kopi manis untuknya.

Apakah semua praktik pesugihan di Gunung Kemukus seperti Kandang Ambyar? Tapi sepertinya tidak. Ketika David memasukkan kata kunci pesugihan Kemukus di internet, website yang pertama muncul di halaman satu google adalah pesugihan kandang Ambyar milik Mbah Rawa Gumpala ini.

Wajar saja. Dari sekian website yang ditawarkan google, sebagian besar dari mereka masih menggunakan blog gratisan macam blogspot ataupun wordpress. Hanya Kandang Ambyar saja yang menggunakan website premium dengan domain dot com. Lengkap dengan teknik optimasi website organik maupun berbayar.

Entah digital marketing agency mana yang menangani klien macam Kandang Ambyar ini. Yang pasti, nama Mbah Rawa Gumpala tidak hanya muncul di official websitenya saja. Tapi juga di beberapa platform dan sosial media marketing lainnya. Seperti obrolan di Kaskus, memiliki akun di Instagram, Facebook, hingga LinkedIn.

Iya, benar. LinkedIn, sodara-sodara. Sosial media bisnis dimana sebagian besar pemilik akunnya adalah CEO ataupun owner bisnis. Cara internet marketing yang sangat masif. Pantas kalau pasien yang antri jasanya sangat banyak. Datang dari berbagai daerah hingga pulau seberang.

Sadar sebagai penyedia jasa pesugian go online dan go blog, Kandang Ambyar juga membuat landing page sedemikian rupa di websitenya. Diawali dengan sapaan Assalamualaikum, lalu bertanya pada visitors apakah mempunyai masalah finansial? Seperti usaha yang lagi bangkrut, terlilit hutang, atau bosan hidup miskin?

Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan singkat tentang layanan jasa pesugian Kandang Ambyar, siapa itu Mbah Rawa Gumpala lengkap dengan profil dan portofolio kariernya sebagai paranormal. Tidak lupa juga memberikan contact call to action bagi yang berminat hingga ragam testimoni dari klien-kliennya.

Mereka mengklaim bahwa jasa pesugihan ini 100 persen aman dan terbukti. Hanya 0,05 persen saja yang gagal. Itupun karena lupa menerapkan amalan yang diberikan Mbah Rawa Gumpala. Sebuah copy writing khas ala mentor digital marketer macam Agan Khalid dan Dewa Eka Prayoga.

Entah karena copy writing landing page yang ngena banget atau memang aku yang lagi kepepet, aku mengiyakan begitu saja ketika admin WhatsApp marketing meminta uang mahar. Atau semacam uang tiket agar aku bisa mendapat jatah nomor antrian ke tempat praktik Mbah Rawa Gumpala.

Harganya beragam. Mulai dari bangku antrian paling depan, nomor dua, nomor tiga, tengah, belakang hingga paling bontot. Semakin ke belakang, harganya semakin murah. Persis seperti harga tiket nonton konser BTS di Amerika.

Aku mentransfer uang seharga kursi antrian paling belakang. Itupun uang terakhir yang kupunya. Tidak apa-apa. Jika memang klaim janji yang dituliskan pada landing page Official website Kandang Bubrah benar, aku bisa mendapat uang dengan jumlah yang berlipat ganda.

Kulirik David yang sedang menikmati kopi hangatnya. Samar-samar tercium aroma bunga melati yang harum. Aku hafal sekali wangi ini. Bukan dari aroma bunga melati segar. Melainkan pengharum ruangan eksklusif beraroma Jasmine yang bisa didapatkan dari supermarket terkemuka di kota-kota besar.

"Bapak Erick Hanggara" Terdengar suara resepsionis memanggilku dengan nada sopan.

Apakah sekarang waktuku menghadap Mbah Rawa Gumpala? Tapi sepertinya belum. Belum ada tanda-tanda pasien keluar dari ruangan praktik. Tapi baiklah. Kuikuti saja panggilan resepsionis muda cantik yang mengenakan baju kebaya modern itu.

"Pak, ini ada formulir yang harus diisi. Silakan bapak isi dulu."

Kuperhatikan dua lembar kertas yang disatukan dengan staples itu. Hanya formulir data pribadi seperti ketika akan membuat rekening di bank. Seperti nama, alamat KTP, tempat tanggal lahir, weton, nama ayah ibu, istri, anak dan lain sebagainya.

Apa iya? Mbah Rawa Gumpala memerlukan data diri seperti ini? Kalau dia memang sakti, seharusnya sudah tahu siapa namaku, tanggal lahir, weton, nama istri pertama, kedua, ketigaku, tempat tongkrongan offline maupun online, hingga minimarket mana yang sering aku datangi hanya untuk membeli segelas air mineral demi bisa numpang ke toilet gratis.

Tapi baiklah. Berfikir positif saja. Siapa tahu data ini digunakan sebagai alat validitas atas apa yang sudah ada di file memori Indra keenamnya. Dengan bolpoin yang diberikan resepsionis, aku mengisi saja data yang diminta. Lalu kembali ke bangku asal saat David terlihat mulai mengantuk. Padahal baru saja dia minum kopi. Tapi kenapa sudah terlihat sangat mengantuk sekali.

Mungkin benar apa yang dikatakan para barista handal di Jakarta. Bahwa obat ngantuk sebenarnya bukan kopi. Tapi tidur. Kalian bisa buktikan sendiri. Ketika ngantuk, segera bawa tidur. Maka rasa ngantuk akan hilang tanpa bekas.

Nyaris lima jam lebih menunggu antrian pasien. Hingga akhirnya namaku dipanggil resepsionis untuk memasuki ruangan praktik Mbah Rawa Gumpala. Ruang tunggu nyaris sepi. Hanya menyisakan aku, David, dan dua orang yang duduk di bangku sebelah.

Aroma pewangi ruangan Jasmine eksklusif langsung menyambut ketika pertama kali membuka ruangan ini. Bersih, rapi, dan nyaman. Jauh dari gambaran dukun pesugihan di sinetron televisi yang terlihat seram dan magis. Beberapa lampu LED terbaik diletakkan pada beberapa bagian. Membuat penerangan ruangan ini terlihat sangat berkelas.

Tidak seperti gambaran dukun tradisional lainnya. Dimana selalu menggunakan baju kebanggan berupa celana panjang dan baju berwarna hitam. Lengkap dengan ikat kepala, kalung manik-manik, dan cincin akik yang melingkar di semua jarinya.

Bahkan di ruangannya juga tidak ada sesajen, kembang tabur, kemenyan atau uba rambe yang identik dengan praktik perdukunan di Jawa. Yang ada hanya meja lengkap dengan komputer keluaran terbaru, beberapa pot bunga yang terawat diletakkan pada sudut ruangan, sebuah layar untuk menangkap gambar proyektor, dan almari file kekinian dengan desain vintage.

Mbah Rawa Gumpala lebih terlihat seperti dokter estetika kulit. Atau seorang konsultan bisnis ternama yang jasanya sering digunakan oleh pebisnis kakap kelas internasional. Rapi, bersih dengan senyum yang memberi kepercayaan pada siapapun.

Aku tidak kaget dengan penampilan ini. Karena foto Mbah Rawa Gumpala sudah banyak terlihat di platform digital marketingnya. Hanya saja, kali ini penampilannya sedikit berbeda dari yang ada di foto. Yang biasanya menggunakan baju khas ilusionis, sekarang lebih formal. Baju lengan pendek, celana chino dan sneakers yang cenderung casual.

Kulit dan wajahnya terlihat bersih dan glowing. Rambutnya disisir rapi. Jauh dari kesan dukun tradisional yang magis dan menakutkan. Tapi bukan itu yang menarik perhatianku. Melainkan foto di dinding yang memperlihatkan Mbah dengan seorang yang sepertinya tidak asing.

"Monggo, silakan duduk. Pak Erick Hanggara dari Jakarta."

"Iya. Mbah."

"Jangan panggil Mbah. Sepertinya saya tidak setua itu. Panggil saja dengan sebutan Coach Rawa Gumpala. Lebih enak didengar."

David yang duduk di bangku sebelahku menutup mulutnya. Menahan tawa. Tapi memang benar apa yang dikatakan Mbah. Eh, Coach Rawa Gumpala maksudnya. Kalau boleh kutebak, usianya belum genap 40. Memang belum layak dipanggil Mbah.

"Bapak Erick Hanggara. Bangkrut, banyak hutang, dan ditinggal istri. Betul?"

Aku mengangguk.

"Masih kurang, Mbah. Eh, Coach maksudnya. Ditinggal istri pertama, kedua, ketiga dan keempat maksudnya." David yang duduk di sebelahku asal ikut nyamber.

"Lengkap sekali ya? Tapi tidak apa-apa. Itulah realita hidup. Membuat kita semakin dewasa. Hidup itu seperti roda. Kadang diatas, kadang dibawah."

"Iya, Coach. Saya sekarang memang sedang berada di bawah. Sayangnya, kendaraan itu sedang macet total agak lama. Jadi semakin lama juga saya roda kehidupan saya berada di bawah. Terhimpit pula."

"Nah, itulah tugas saya selanjutnya. Membuat bagaimana kendaraan itu kembali bisa jalan agar roda kehidupan bapak bisa kembali berada di depan. Lalu mematikan merusakkan mesin kendaraan agar roda kehidupan tidak kembali berada di bawah."

Mbah Rawa Gumpala menatap komputer di atas mejanya. Menyalakan LED proyektor. Nampak sebuah foto yang ada di layar besar ruangan ini. Meski belum pernah ketemu, aku kenal siapa dia. Seorang selebgram yang mendapat predikat crazy rich karena suka tabur uang di jalan.

"Namanya Dodi Salman. Dia salah satu pasien saya yang sekarang hidupnya terkenal dan kaya raya."

Pindah slide foto lainnya. Seorang wanita muda glamour berfoto di pintu helikopter. Membawa sebuah tas mewah branded asal Prancis yang harganya milyaran.
"Ibu Adelina. Crazy rich asal Surabaya. Datang ke sini setahun silam. Sekarang jadi pengusaha terkenal. Lihat saja di instagramnya. Rajin sekali menyambangi kaum miskin. Bagi-bagi uang. Ini ada foto-fotonya."

Aku menelan ludah. Pesugihan tanpa tumbah tapi hasilnya besar. Pindah ke slide selanjutnya. Foto seorang pejabat publik. Sering nongol di televisi. Wara-wiri di beberapa sosial media dengan reality show bantu wong cilik di jalan.

"Pasti sudah tahu ini siapa. Sebelum beliau nyalon, sowan dulu ke saya. Minta restu. Bersyukur dia bisa mengalahkan lawan politiknya. Menjadi Bupati sekaligus influencer yang menginspirasi banyak orang."

Coach Rawa Gumpala terus memutar slide-slide foto itu hingga selesai. Sebuah pertanyaan muncul di layar. Apakah mau seperti mereka? Berlanjut pemaparan langkah-langkah yang harus ditempuh. Mirip anggota MLM sedang presentasi mencari member baru.

"Sudah menjadi prinsip saya bahwa membantu membuat kaya orang tidak perlu bersekutu dengan setan. Jadi lebih aman. Tanpa tumbal dan korban. Maka dari itu, saya akan mengajak Pak Erick untuk ikut sukses bersama saya dan orang lainnya dengan cara investasi."

"Investasi?" Aku mengerutkan dahi. Bertanya serius.

"Iya betul. Investasi dengan menebak angka cerdas. Caranya sangat mudah. Uang yang bapak transfer kemarin akan kami ganti dengan ebook tentang tutorial main investasi angka cerdas ini."

Coach Rawa Gumpala batuk sebentar. Lalu melanjutkan penjelasan.

"Deposit pertama kali tidak banyak. Hanya $10 saja. Tinggal kalikan dengan kurs yang sekarang. Bapak bisa memilih asset apa yang ingin bapak gunakan untuk main. Bisa saham, forex, emas, hingga crypto. Semakin banyak deposit yang bapak pasang, maka semakin banyak varian asset yang bisa dipilih."

"Misalkan begini. Bapak menaruh uang satu juta sebagai deposit. Memilih saham sebagai asset. Ketika awal trading, harga saham per lembar adalah 10 ribu. Berarti bapak dapat 100 lembar saham. Dengan memilih waktu selama satu jam untuk main. Bapak tidak perlu melakukan trading. Cukup menebak. Kira-kira, selama satu jam ini apakah harga saham naik atau turun dengan nilai berapa. Jika bapak bisa menjawab dengan tepat, maka bapak bisa mendapat keuntungan hingga 500 persen."

"Tapi bagaimana jika salah menebak?" Aku bertanya tidak sabar.

"Kalau bapak salah menebak, maka uang yang bapak depositkan akan hangus. Tapi tenang saja, pak. Dalam sebuah investasi pasti ada resiko. Semakin tinggi resikonya, maka keuntungannya akan besar. Resiko tidak bisa dihilangkan. Hanya bisa dikelola. Lalu bagaimana cara mengelola resiko pada investasi angka cerdas ini? Akan dijelaskan secara lengkap lewat ebook yang bisa bapak bawa pulang nanti.

Kaki David menyenggol kakiku. Memberi kode agar aku diam sebentar.

"Oke, kami paham Coach. Ini adalah investasi yang bikin banyak orang kaya dadakan. Terima kasih atas informasinya. Kami belum bisa memutuskan. Biar Pak Erick pelajari dulu e-booknya." David menyela. Seperti sengaja agar aku tidak buru-buru bilang setuju.

Coach Rawa Gumpala manggut-manggut.

"Baik. Kalau tidak ada yang perlu ditanyakan lagi, pertemuan ini saya cukupkan dulu. Masih ada pasien lain yang menunggu. Untuk ebook bisa langsung minta ke resepsionis."

Setelah menjabat tangan, bilang terima kasih, aku dan David langsung keluar ruangan praktek ini. Berjalan lurus ke luar. Tanpa mampir dulu ke resepsionis. Tidak tertarik mengambil ebook.

Sepanjang perjalanan pulang, David mengumpat tak tentu arah. Pesugihan tanpa tumbal, tanpa sekutu dengan setan itu bernama togel digital. Dan Rawa Gumpala adalah dukun pengganda uang versi metaverse. Bandar togel berkedok motivator sakti. Mencari mangsa dengan motif mengajak sukses bersama-sama.

=================================

(Bogor, 8 Februari 2022, diantara rintik hujan yang turun sejak pagi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun