Aku tidak kaget dengan penampilan ini. Karena foto Mbah Rawa Gumpala sudah banyak terlihat di platform digital marketingnya. Hanya saja, kali ini penampilannya sedikit berbeda dari yang ada di foto. Yang biasanya menggunakan baju khas ilusionis, sekarang lebih formal. Baju lengan pendek, celana chino dan sneakers yang cenderung casual.
Kulit dan wajahnya terlihat bersih dan glowing. Rambutnya disisir rapi. Jauh dari kesan dukun tradisional yang magis dan menakutkan. Tapi bukan itu yang menarik perhatianku. Melainkan foto di dinding yang memperlihatkan Mbah dengan seorang yang sepertinya tidak asing.
"Monggo, silakan duduk. Pak Erick Hanggara dari Jakarta."
"Iya. Mbah."
"Jangan panggil Mbah. Sepertinya saya tidak setua itu. Panggil saja dengan sebutan Coach Rawa Gumpala. Lebih enak didengar."
David yang duduk di bangku sebelahku menutup mulutnya. Menahan tawa. Tapi memang benar apa yang dikatakan Mbah. Eh, Coach Rawa Gumpala maksudnya. Kalau boleh kutebak, usianya belum genap 40. Memang belum layak dipanggil Mbah.
"Bapak Erick Hanggara. Bangkrut, banyak hutang, dan ditinggal istri. Betul?"
Aku mengangguk.
"Masih kurang, Mbah. Eh, Coach maksudnya. Ditinggal istri pertama, kedua, ketiga dan keempat maksudnya." David yang duduk di sebelahku asal ikut nyamber.
"Lengkap sekali ya? Tapi tidak apa-apa. Itulah realita hidup. Membuat kita semakin dewasa. Hidup itu seperti roda. Kadang diatas, kadang dibawah."
"Iya, Coach. Saya sekarang memang sedang berada di bawah. Sayangnya, kendaraan itu sedang macet total agak lama. Jadi semakin lama juga saya roda kehidupan saya berada di bawah. Terhimpit pula."