Tejo menoleh lalu lelaki berbadan kekar itu tersenyum ketika mendapati anak dan istrinya ada di depan kandang. Tejo pun mencuci tangan dan kakinya lalu mendekati Surti yang tengah menggendong putranya, tangan kekar berwarna cokelat itu meraih buah hatinya lalu mengangkatnya tinggi-tinggi sambil tersenyum gembira.
"Anak bapak sudah besar," ucap Tejo sambil mencium perut putarnya, membuat balita itu tertawa karena kegelian.
"Sudah, ya ... ikut ibu lagi, bapak belum mandi," imbuhnya sambil memberikan Wahid pada Surti. Begitulah keseharian Tejo, melakukan banyak hal, tapi tak pernah terlihat di mata mertuanya.
***
"Panen jagung kali ini bakalan bagus, Dik." Tejo mengawali obrolan, kebiasaan yang selalu mereka lakukan menjelang tidur.
"Alhamdulillah," sahut Surti penuh syukur.
"Dik---" Tejo menggantung kalimatnya. Dia bingung bagaimana harus memulainya.
"Ada apa, Mas?" Karena penasaran, Surti pun menghadap suaminya.
"Sebenarnya sudah lama, Mas mau membicarakan ini. Bagaimana kalau kita mencoba mandiri." Ragu Tejo berucap.
"Maksudnya, Mas ingin kita keluar dari rumah ini?" tanya Surti mempertegas ucapan suaminya.
"Iya," jawab Tejo pelan.