"Iya, ntar dulu, Dek," sahut Tejo tanpa menoleh, pandangannya fokus pada sapi yang sedang dibersihkannya.
"Nanti dilanjut lagi, Mas. Sekarang sarapan dulu," ujar Surti lagi.
"Iya nanti nek selesai yang ini," sahut Tejo. kali ini dia menghentikan kegiatannya, kemudian menatap penuh cinta pada wanita yang sangat dicintainya itu.
Surti pun kembali melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan buat suaminya. Sepiring nasi, semangkuk sayur rebung dan sepotong ikan asin. Sudah menjadi kebiasaan Surti menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarga. Memisahkan sayur untuk suami dan orang tuanya di mangkuk yang berbeda.Â
***Â
"Ini, Mas," Surti menyerahkan bekal pada suaminya.
"Aku hari ini gak ke sawah, Dik." Dia menjawab sambil terus mengasah sabit.Â
"Loh, kenapa, Mas?" Surti merasa heran, karena sudah menjadi keseharian Tejo pergi ke sawah setelah sarapan.
"Nanti ada blantik mau kesini, mau lihat-lihat sapi." Akhirnya lelaki itu berkata setelah dilihatnya sang istri seperti kebingungan.
"Oh ... memang ibu mau jual sapi? Kira-kira buat apa ya, Mas?" Surti mendekati suaminya, ingin mendengar jawaban Tejo tentang rencana orang tuanya yang akan menjual hewan ternak mereka.
"Ya, mana Mas tahu, mau belikan kamu kalung kali." Tejo menggoda istrinya.