"Aamiin," ucap Surti antusias, mereka pun tertawa bersama. Ada sedikit kebahagiaan dan harapan ketika Surti mendengarnya. Tejo, menghela napasnya kemudian tersenyum melihat istrinya tertawa. Hal sepele yang bisa membuatnya merasa bahagia.Â
***
Dua ekor sapi jantan terjual dengan harga tinggi, satu sapi seharga 29 juta. Surti bahagia, membayangkan uang yang akan diberi oleh orangtuanya. Bagaimana juga, suaminya lah yang merawat sapi-sapi tersebut, jadi paling tidak dia berharap akan diberi setidaknya 10 persen dari hasil penjualan. Surti ingin membeli kalung, seperti yang dikatakan Tejo kemarin.
Senyum di wajah Surti sirna seketika, wanita berlesung pipi itu sungguh kecewa bahkan teramat kecewa. Uang hasil penjualan sapi ternyata untuk Murti--adiknya. Suami Murti hendak membeli mobil dan uang hasil penjualan sapi dipakai untuk menambah kekurangan DP.Â
Surti hanya diberi uang seratus ribu, itu pun dikasihkan ke Wahid. "Wahid, nih nenek kasih uang buat beli susu," kata Mak Dami sambil menaruh uang di tangan Wahid.Â
"Sana ajak Ibu- Bapakmu belanja, bisa dapat beli bakso juga itu," imbuhnya.
"Iya, Nek. Terima kasih." Walaupun kecewa, Surti masih menjawab, dia mewakili putranya yang belum pandai bicara, balita itu tersenyum girang saat didekati neneknya.
***
Setengah hari Tejo di sawah, ada saja yang dikerjakan olehnya. Menjelang waktu Dzuhur baru dia akan pulang, membawa serta rumput untuk pakan ternaknya.
Setelah sampai di rumah lelaki itu tidak langsung beristirahat, dia langsung mengurus sapi-sapi. Memberi makan dan minum, juga membuang kotorannya.
"Apak," panggil Wahid. Balita itu sedang lucu-lucunya, baru belajar bicara, dan 'Apak' adalah kata pertamanya.