Ini baru gambaran perbandingan sekolah pada satu zona kecamatan. Akan lebih jauh tingkat kesenjangan itu jika ditarik pada cakupan yang lebih luas.
Lebih-lebih jika bicara kondisi di daerah 3T akan semakin kentara kesenjangan itu. Luasnya wilayah geografis Indonesia dengan tingkat keberagaman yang tinggi juga menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan sistem pendidikan yang bermutu.
Bahkan jika ditelisik lebih jauh sesungguhnya di dalam internal sekolah sendiri kesenjangan itu sudah ada dan terasa. Terdapat guru dan tenaga teknis berstatus sebagai ASN atau pegawai tetap yayasan sementara di sisi lain ada juga yang berstatus sebagai tenaga honorer.
Tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat kesejahteraan diantara mereka pun jauh berbeda. Apa ini juga tidak disebut kesenjangan?
Bagaimana mungkin mewujudkan cita-cita pendidikan kita yang baik dan bermutu jika anasir-anasir seperti ini tidak dibenahi terlebih dahulu. Dan ini semua merupakan kewajiban dari pemerintah juga negara dengan segala otoritas kebijakan yang dimiliki.
Negara wajib membenahi semua persoalan di atas untuk menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Sekolah-sekolah dengan sendirinya akan bergerak maju jika faktor-faktor pendukungnya terpenuhi.
Sarana prasarananya tercukupi, tenaga kerjanya lengkap dan dijamin kesejahteraannya, kebijakan politik yang murni menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk memajukan peradaban bangsa bukan sebagai komoditas politik belaka.
Ini semua harus dibenahi bersamaan dengan pembenahan kurikulum yang sering gonta-ganti itu.
Konsep Education for All
Kesenjangan dalam bidang pendidikan juga bukan hanya persoalan timpangnya ketersediaan sarana prasarana dan guru yang ada di sekolah. Persoalan akses terhadap pendidikan pun masih menjadi ganjalan untuk kita.