Pendidikan menjadi barang mahal di tangan kaum sofis ini. Hanya orang-orang berduit yang bisa mengakses ilmu pengetahuan dari mereka.
Kaum sofis adalah cerminan guru profesional yang sangat eksklusif, elitis dan sangat materialis saat itu.
Lalu apa kabarnya dunia pendidikan kita hari ini? Sudahkah negara hadir untuk membentuk sistem pendidikan yang baik, murah, berkualitas serta terjangkau untuk masyarakatnya? Sudahkah pendidikan bisa diakses dan dinikmati oleh seluruh anak bangsa?
Persoalan Kesenjangan
Dalam berbagai literatur serta kajian jurnal ilmiah tentang pendidikan di Indonesia masalah yang paling mendasar adalah persoalan kesenjangan.Â
Kesenjangan ini juga sebetulnya menjadi persoalan menyeluruh dalam berbagai bidang kehidupan bernegara kita. Di bidang sosial, ekonomi, juga pendidikan.
Di satu sisi kita menginginkan sebuah sistem pendidikan maju tapi di sisi lain terkadang kita lupa bahwa di dalam semangat kemajuan yang coba digelorakan itu terdapat anasir-anasir yang semestinya lebih dahulu untuk dibenahi.
Bukan hanya sebatas bicara bongkar pasang kurikulum, bukan hanya bicara masalah masifnya pelatihan guru atau bicara besarnya anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah untuk bidang pendidikan ini.
Karena memang sejatinya fakta di lapangan menunjukkan kesenjangan di bidang pendidikan itu semakin lebar dan menyeruak ke permukaan.
Ambil contoh sederhana dalam satu wilayah zona kecamatan saja fasilitas sarana prasarana yang dimiliki sekolah satu dengan yang lain berbeda ketercukupan dan kelayakannya.Â
Di sekolah A gedungnya sudah bagus, sarana prasarana pendukung operasionalnya sudah lengkap, tenaga pengajarnya sudah tercukupi. Tapi di sekolah B justru terjadi kebalikannya gedungnya masih seadanya, laptop, komputer, proyektor dan sarana lain juga belum layak serta mencukupi diperparah dengan tenaga pengajar yang pas-pasan jumlahnya bahkan kurang. Lalu bagaimana kita mau bicara pendidikan maju?