Konsep education for all menekankan akan pentingnya pendidikan bagi semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, orang kaya maupun orang miskin, sehingga dalam penerapan pendidikan itu tidak ada diskriminasi.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa biaya pendidikan semakin tahun semakin mahal. Khususnya pada biaya pendidikan tinggi.
Semakin tahun biaya kuliah semakin mahal. Sehingga pada akhirnya pendidikan tinggi dominan bisa dijangkau oleh mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Yang notabene berkecukupan dari sisi ekonomi.
Masyarakat kelas bawah jika ingin menguliahkan anaknya terpaksa harus merogoh kocek lebih dalam, menjual tanah, sawah dan aset yang dipunyai atau mencari pinjaman hutang di bank.Â
Berita tentang mahasiswa yang terjerat pinjaman online (pinjol) guna membiayai perkuliahannya menjadi fakta yang tidak terbantahkan jika pendidikan tinggi di negara kita tergolong mahal.
Mereka para mahasiswa terpaksa berutang kepada lembaga pinjaman online (pinjol) untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Selengkapnya di sini.
Bukan hanya mahasiswa saja yang terjerat pinjol bahkan menurut laporan OJK beberapa waktu lalu korban pinjol terbanyak adalah dari kalangan guru itu sendiri.
Tentu kita tidak ingin jika sistem pendidikan kita dijalankan dengan semangat kapitalistik seperti ideologi kaum sofis di atas.
Negara mestinya bisa menata sistem pendidikan kita agar terjangkau oleh semua kalangan tanpa adanya diskriminasi.Â
Hal ini juga sejalan dengan semangat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tercantum dalam Pancasila kita.
Menjadi tugas negara untuk mendistribusikan prinsip keadilan sosial itu agar dapat menjangkau semua kalangan.Â