Tak sedikitpun ia berbicara tentang Jaka. Ia takut mengusik Nuri yang terlihat mulai bangkit dari kesedihannya. Begitu pula Nuri, ia tak menanyakan kelanjutan kabar Jaka. Baginya menanyakan Jaka hanya akan mengorek luka lama.
Setelah pertemuan itu, Raga jadi rutin menemui Nuri dikala mendapat waktu libur dari sekolahnya. Benih-benih cinta mulai muncul antara keduanya. Apalagi di akhir masa sekolah, Raga mendapat mutasi ke Solo. Hubungan mereka berdua semakin dekat.
Satu tahun berselang Nuri wisuda. Ia selesaikan kuliahnya dengan baik. Raga lah menyambutnya keluar dari tempat bersejarah pemberian gelar sarjana. Kebetulan orang tua Nuri berhalangan untuk hadir lantaran ibunya tak enak badan untuk menempuh perjalanan jauh.
Malam harinya Raga mengajak Nuri untuk jalan-jalan ke titik nol kilometer kota Jogja. Dibawah lampu-lampu kota yang berpijar di malam hari dan langit yang berserakan oleh jutaan bintang, Raga menyatakan perasaannya. Dan Nuri menerimanya.
Minggu demi minggu berlalu sejak malam indah itu. Nuri kini bekerja di sebuah portal berita online. Sedangkan Raga masih saja berada di Solo. Mereka bertemu tiap akhir pekan. Terkadang Raga yang ke Jogja, terkadang pula Nuri yang ke Solo. Semua berlangsung normal. Hingga suatu sore ia mendapat sms dari nomer tak dikenal.
"Nuri, gimana kabarnya? Maafkan kekasihmu yang menghilang ini. Aku masih hidup! Aku selamat! Banyak hal yang akan kuceritakan nanti saat kita bertemu. Dari Jayapura, Jaka Subagja."
Nuri tak tahu harus membalas apa. Baginya Jaka sudah mati. Ia pun kini sudah punya Raga di hatinya. Entahlah, ia hanya terpaku menatap pesan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H