"Selingkuh?" Nuri terlihat menahan tawa. "Aku bisa kok nunggu kamu, memangnya berapa lama di Papua?"
"Biasanya sih 6 bulan, tapi bisa jadi juga satu tahun."
"Kita masih berdiri di atas persada yang sama, di bawah langit yang sama, memandang bulan sama, juga matahari yang sama. Tak perlu risau mas, kita masih bisa terus berkomunikasi kan?"
"Halah, kamu kok jadi sok puitis gitu?, yah selagi masih ada sinyal pasti bisa."
"Yee...kamu gimana sih, kan aku anak sastra, wajar donk romantis."
Jaka tersenyum. Entah kenapa senyuman itu seakan menjadi senyuman termanis Jaka yang pernah dilihat Nuri selama berpacaran dengannya. Mereka lantas memandang ke batas cakrawala. Langit senja yang tadinya berwarna jingga perlahan memerah.Â
Matahari telah kembali ke peraduannya. Namun dua anak manusia itu belum juga beranjak dari tempatnya duduk. Mereka duduk di sebuah batu di puncak bukit yang letaknya di timur kota Jogja. Dari tempat itu senja akan terlihat sangat sempurna karena menyajikan pemandangan sawah, perumahan, pantai, dan laut selatan.
Bukit itu adalah tempat favorit Jaka dan Nuri menghabiskan sore disetiap akhir pekan. Nuri adalah seorang anak sastra yang tergila-gila dengan senja. Sedangkan Jaka adalah seorang tentara yang tampilan luarnya garang dan perkasa, tapi tak berdaya kalau sudah bertemu dengan Nuri. Dan tahun ini adalah tahun kedua mereka sebagai sepasang kekasih. Rencananya, setelah wisuda nanti Jaka akan segera menikahi Nuri. Itu berarti satu tahun lagi.
Ternyata sore itu menjadi sore terakhir pertemuan mereka. Senin pagi Jaka mendapat surat penugasan untuk berangkat ke Papua dalam rangka pengamanan perbatasan. Ia dan rekan-rekannya akan berangkat dengan jalan darat menuju Surabaya pada Selasa pagi. Setelah itu perjalanan akan dilanjutkan dengan kapal laut menuju Merauke.
Pagi itu markas Batalyon penuh sesak dengan keluarga tentara yang hendak ditugaskan ke Papua. Ada seorang ibu yang membawa anak-anaknya yang masih kecil, ada istri yang tengah mengandung, ada orang tua yang melepas anaknya, dan pastinya ada Nuri yang tak kuasa melepas kepergian Jaka. Itu adalah kali pertama Jaka ditugaskan ke luar pulau, untuk waktu yang lama, dan di daerah rawan pula.
"Jangan nangis terus donk, kan kamu sendiri bilang harus ikhlas." Jaka mengatakan itu sambil memeluk Nuri.