Lene terkejut mendengar kata-kata ayah. "Ayah, aku... aku hanya ingin menjadi diriku sendiri. Tetapi aku merasa tidak pernah cukup baik untukmu," ucapnya, air matanya mulai mengalir.
"Ayah tidak pernah bermaksud membuatmu merasa seperti itu. Ayah bangga padamu, Lene. Kamu telah berjuang keras dan ayah ingin mendukungmu sepenuhnya. Ayah tidak ingin membandingkan kamu dengan orang lain lagi," kata ayah, suaranya lembut namun penuh penyesalan.
Lene merasa hatinya sedikit lega. Dia melihat ketulusan di mata ayahnya. "Terima kasih, Ayah. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri," ujarnya, menghapus air mata di pipinya.
Lene akhirnya berhasil meraih impian yang selama ini dia idamkan. Dia belajar bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi bagian dari perjalanan menuju impian.Â
Di tengah perjalanan ini, hubungan antara Lene dan Petra semakin erat. Mereka belajar untuk saling mendukung dan menghargai satu sama lain. Lene menyadari bahwa meskipun ayahnya tidak selalu mengerti, ada cinta dan dukungan dari keluarganya yang membuatnya kuat.
Lene belajar untuk menerima dirinya sendiri, memahami bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Dia tidak lagi merasa minder dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan dukungan Ibu dan Petra, dia siap menciptakan masa depan yang dia impikan, penuh dengan warna dan kreativitas yang selama ini terpendam. Dan, di dalam hatinya, dia mulai merangkul cinta yang tulus dari keluarganya, yang selalu ada untuknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H