Sigit mengajakku ke sebuah sudut lapangan. Setelah itu dia berjongkok, lalu melihat sekelilingnya.
"Di sini rumah Putri," kata Sigit.
Tiba-tiba bulu kudukku merinding. Matahari sudah hampir terbenam seluruhnya sehingga suasana di lapangan menjadi temaram. Entah mengapa nafasku menjadi berat. Sialan Sigit, mengapa pula aku yang diajaknya?
"Ada yang merusak rumah Putri. Entah si mahasiswi itu atau orang lain," kata Sigit padaku.
Aku hanya terdiam tidak menyahut omongannya. Tiba-tiba Sigit berdiri mengagetkanku. Kemudian dia mengajak berpindah ke sudut lapangan yang lain.
"Disini juga ada beberapa rumah 'mereka'," kata Sigit. Aku tahu siapa yang dimaksudkannya.
"Aku tadi sudah membuat 'Pagar Pembatas'. Sudah kuberitahu Dodik supaya panitia dan mahasiswa tidak dekat-dekat dengan pagar itu kalau besok masih ospek disini. Tapi lebih baik pindah saja lah. Masih cukup berbahaya kalau ospeknya dilakukan disini lagi," kata Sigit memberitahu.
Kami berdua lalu kembali ke ruang perawatan. Sesampainya di sana, kulihat si mahasiswi yang kesurupan Putri sudah tidak ada. Begitu pula dengan ustad muda yang meruqyahnya. Saat kutanyakan pada Iwan, dia menjawab mahasiswi tersebut dipulangkan dengan ditemani Dodik dan pak Ustad. Anehnya, beberapa mahasiswa baru yang tadinya ikut kesurupan mendadak jadi tenang ketika mahasiswi yang kerasukan roh Putri diantar pulang. Iwan juga memberitahuku bahwa ospek fakultas dihentikan dan diganti dengan pembekalan materi di ruang kelas.
Karena tidak ada lagi yang bisa kulakukan, aku mengajak Sigit pulang ke rumah kontrakan. Tak lama kemudian beberapa teman yang ikut menghuni rumah kontrakan berdatangan. Ramai kami membicarakan kesurupan massal yang menimpa mahasiswa baru tadi sore.
Usai adzan Isya, Dodik dan Iwan datang ke rumah. Kulihat wajah keduanya sedikit tegang. Tanpa sempat berbasa-basi, Dodik langsung berkata,
"Mam, Putri datang lagi.....!