"Oke. Wan, minta beberapa teman ke Masjid kampus, dan yang lain ke masjid di kampung sebelah. Kalau ada ustad yang bisa meruqyah, minta dengan sangat supaya mau kesini," kata Dodik pada Iwan.
Iwan mengangguk, lalu mengumpulkan panitia lainnya untuk berbagi tugas.
"Mam, kamu gak keberatan kan kalau disini sebentar? Mungkin kami butuh bantuanmu," kata Dodik padaku.
Aku mengangguk setuju, lalu kembali mendekati mahasiswi lain yang kuduga juga kesurupan makhluk halus itu. Beberapa panitia dan mahasiswa baru lainnya memegangi tubuhnya yang berusaha meronta.
Sambil jongkok di dekatnya, aku melafalkan beberapa ayat suci Al Quran yang pernah diajarkan guruku. Tak lupa kupijit-pijit jempol kakinya karena kata guruku dulu, disitulah pintu masuk dan pintu keluarnya makhluk halus yang merasuki tubuh manusia fana.
Entah berapa lama kami menunggu kedatangan ustad untuk meruqyah korban kesurupan massal ini. Para mahasiswa baru yang dirasuki makhluk halus ini terus meronta, sesekali ada yang berteriak keras dengan suara yang bukan miliknya.
Beberapa saat kemudian datanglah Iwan bersama seorang pria muda tak kukenal. Mungkin dia ustadnya, pikirku. Iwan mengajak ustad tersebut ke tempat mahasiswi yang pertama kali kesurupan, dan sambil menoleh kepadaku Iwan memberi isyarat supaya aku ikut serta.
Ustad muda tersebut lalu duduk di dekat mahasiswi itu. Setelah menggumamkan sesuatu yang tak bisa kudengar dengan jelas, dipijitnya jempol kaki si mahasiswi sambil bertanya,
"Siapa kamu?"
Tak ada jawaban yang keluar. Ustad muda itu kembali memijit jempol kakinya, kali ini dengan agak keras dan bertanya,
"Siapa kamu?"