Masyarakat Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas cybercrime masih dirasa kurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan (lack of information) masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crime. Lack of information ini menyebabkan upaya penanggulangan cybercrime mengalami kendala, yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas yang diduga berkaitan dengan cybercrime.
   Mengenai kendala yakni proses penataan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang benar akan tindak pidana cybercrime, maka baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola penataan.
2. Faktor Penegak Hukum.
   Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet), sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum mengalami kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoperasian yang sangat rumit.
   Aparat penegak hukum di daerah pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena maish banyak institusi kepolisian di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi dengan jaringan internet. Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih, memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.
3. Faktor Keamanan.
   Saat pelaku sedang melakukan tindak pidana sangat jarang orang luar mengetahuinya. Disamping itu, apabila pelaku telah melakukan tindak pidana, maka dengan mudah pelaku dapat menghapus semua jejak kejahatan yang telah dilakukan mengingat internet menyediakan fasilitas untuk menghapuskan data yang ada. Akibatnya pada saat pelaku tertangkap, sukar bagi aparat penegak hukum untuk menemukan bukti-bukti kejahatan.
4. Faktor Ketiadaan Undang-undang.
   Perubahan-perubahan social dan perubahan-perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama, artinya pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat. Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cybercrime belum juga terwujud.
   Cybercrime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku cybercrime, asas ini cenderung membatasi penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna mengungkap perbuatan tersebut, karena suatu aturan undang-undang yang mengatur cybercrime belum tersedia.
   Asas legalitas ini tidak memperbolehkan adanya suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas legalitas ini tidak boleh disampingi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak diterapkan secara tegas atau diperkenankan untuk terdapat pengecualian.