DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DAN PSIKOLOGIS REMAJA
Â
Prayudya Alqaira An Najwa
Jurusan Keperawatan, Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Â
 AbstrakÂ
Pernikahan merupakan suatu hubungan atau ikatan lahir dan batin berupa penyatuan antara laki-laki dan perempuan atas dasar keinginan untuk memiliki keturunan sehingga terbentuknya sebuah keluarga. Pernikahan dilakukan oleh seseorang yang telah memiliki kematangan dalam segi fisik, psikologis, dan ekonomi. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan deskriptif yang akan menggali lebih dalam mengenai pernikahan dini dan keterkaitannya dengan kesehatan reproduksi. Organ fisik dan reproduksi yang belum matang dari seorang remaja perempuan yang menjalani pernikahan dini mempunyai resiko jika seorang remaja perempuan tersebut mengalami kehamilan, seperti kemungkinan anak yang lahir mengalami kecatatan, ibu mati saat melahirkan dan resiko lainnya. Sedangkan dampak pernikahan dini pada remaja dari aspek psikologis yaitu timbul kecemasan dan stres. Pernikahan usia dini dilakukan oleh seseorang yang rata-rata berusia dibawah 19 tahun yang rata-rata belum siap dalam berbagai aspek dalam pernikahan. Hal ini kemungkinan akan berdampak terhadap kesehatan reproduksi dan psikologis remaja. Sehingga diperlukan upaya untuk menghindari dampak buruk pernikahan usia dini terhadap kesehatan reproduksi dan psikologis remaja.
Kata kunci: Pernikahan dini, Dampak, Kesehatan Reproduksi, Psikologis dan Remaja
A. PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan suatu hubungan yang bersifat sakral pada dua insan antara laki-laki dan perempuan untuk membangun sebuah rumah tangga dan memperbanyak keturunan (Ma'mun, 2015). Sedangkan Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh  pasangan ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2013). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 pasal 7 mengatur batas minimal usia untuk menikah yaitu jika pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Sementara itu, apabila berdasarkan ilmu kesehatan, umur ideal yang matang secara biologis dan psikologis adalah 20 sampai 25 tahun bagi wanita, kemudian umur 25 sampai 30 tahun bagi pria. Usia tersebut dianggap masa yang paling baik untuk berumah tangga, karena sudah matang dan bisa berpikir dewasa secara rata-rata. Menurut Departemen Kesehatan RI (2011), remaja dibagi menjadi masa remaja awal yaitu 10-13 tahun, masa remaja tengah 14-16 tahun dan masa reamaja akhir yaitu 17-19 tahun. Sementara menurut WHO remaja adalah periode dari pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa, dari usia 10-19 tahun. Dan tujuan dari pernikahan yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini salah satunya pengetahuan. Kurangnya pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat akan pentingnya pendidikan, makna, serta tujuan pernikahan sehingga menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda. Kebanyakan dari mereka kurang menyadari bahaya yang timbul akibat pernikahan dini (Redjeki et al., 2016). Selain itu kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya pernikahan diusia muda. Sering ditemukan orang tua menikahkan anak mereka dalam usia yang sangat muda karena keinginan untuk meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga atau untuk menjaga garis keturunan keluarga (Desiyanti et al., 2015).
Pelaksanaan pernikahan sebelum usia yang ditentukan memiliki resiko yang bisa dirasakan oleh pihak perempuan maupun laki-laki. Ketidaksiapan anak pada usia yang belum siap menikah dapat menyebabkan berbagai hal, misalnya putusnya pendidikan, menganggu kesehatan reproduksi, perceraian pada usia muda, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Selain itu, pernikahan dini juga menimbulkan dampak buruk secara mental atapun fisik. Terdapat beberapa aspek yang menjadi pemicu atau faktor terjadinya pernikahan dini, antara lain kebutuhan ekonomi, pendidikan rendah, kultur nikah muda, perkawinan yang diatur, dan seks bebas pada remaja yang menyebabkan kehamilan sebelum menikah (Himsya, 2011).
B. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian deskriptif dan penelitian kualitatif. Metode penelitian deskriptif menurut Nazir (1988) dalam Buku Contoh Metode Penelitian, adalah suatu metode yang digunakan dalam meneliti kondisi, sistem pemikiran, atau peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif ini, bertujuan untuk mendeskripsikan atau membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta yang ada. Dalam penelitian ini penulis mengenakan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif berbentuk kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan, R., & Taylor, 1993). Pada penelitian ini berfokus kepada pemahaman terhadap fenomena secara mendalam melalui pengumpulan data yang dapat menunjukkan detail dan pemahaman suatu data yang diteliti. Oleh karena itu, kedua pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan serta menggambarkan dampak pernikahan dini terhadap kesehatan reproduksi dan psikologi remaja
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
    Pernikahan muda sangat rentan mengalami ketidakbahagiaan. Hal ini dikarenakan  pasangan suami istri yang masih muda, masih memiliki kepribadian yang masih labil. Pada  pria yang masih beradaptasi dengan status baru sebagai seorang suami akan sulit  meninggalkan kebiasaan atau sifat-sifat seperti sebelum menikah. Sedangkan pada wanita juga akan mengalami kesulitan beradaptasi dengan status baru sebagai seorang istri dan  ibu baru. Mereka akan merasa kesulitan dalam beradaptasi menjalankan tugas-tugasnya  sebagai seorang istri dan ibu. Setelah mengerjakan tugas-tugasnya sebagai ibu rumah tangga ini, muncullah keluhan-keluhan yang dirasakan oleh wanita dan berakibat menghilangkan kebahagiaan yang dirasakannya. Idealnya usia pernikahan untuk perempuan adalah minimal 20 tahun. Secara psikologis, sudah stabil dalam menyikapi banyak hal, dan ini berpengaruh dalam perkawinan. Wanita yang masih berumur kurang dari 20 tahun cenderung belum siap karena kebanyakan diantara mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan pendidikan yang baik dan bersenang-senang. Laki-laki minimal 25 tahun, karena laki-laki pada usia tersebut kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, sehingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan sosial (BKKBN, 2010)
Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan ReproduksiÂ
     Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Reproduksi Pernikahan merupakan suatu hubungan yang bersifat sakral pada dua insan antara laki-laki dan perempuan untuk membangun sebuah rumah tangga dan memperbanyak keturunan (Ma'mun, 2015). Pada 20 provinsi pernikahan dini pada anak masih ada di atas rata-rata nasional. Provinsi dengan jumlah pernikahan dini tertinggi adalah Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Terdapat lebih dari 1 juta anak perempuan yang menikah pada usia dini. Menurut data tersebut menunjukkan kejadian pernikahan usia dini, di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah menjadi 3 Provinsi sudah mencapai angka tertinggi (Badan Pusat Statistik, 2020). Dari data tersebut, sebelumnya pernikahan usia dini mempunyai pengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Pernikahan yang dilakukan oleh para remaja juga bisa berpengaruh negatif terhadap berbagai hal bagi seseorang. Organ fisik dan reproduksi yang belum matang dari seorang remaja perempuan akan berpengaruh terhadap resiko jika seorang remaja perempuan tersebut mengalami kehamilan. Seperti kemungkinan anak yang lahir mengalami kecatatan, ibu mati saat melahirkan dan resiko lainnya ketika pernikahan pada usia dini terjadi. Selain itu, leher rahim seorang remaja perempuan juga masih sensitif (Shafa & Nunung, 2021). Ketika pernikahan pertama terjadi pada usia awal seorang wanita haid atau organ reproduksinya dapat berfungsi adalah saat tahun-tahun pertama dari 35 tahun masa reproduksinya, kemungkinan wanita tersebut melahirkan selama rentang waktu 35 tahun sangat besar (Malinda, 2012). Dampak dari kesehatan reproduksi ini bukan hanya sekedar membahas mengenai kesehatan alat-alat reproduksi tetapi juga mengenai kualitas hidup dan bagaimana kelangsungan hidup seseorang setelahnya. Pernikahan usia dini bisa menjadi perhatian seluruh dunia karena adanya dampak buruk dari pernikahan dini yang cenderung diabaikan di beberapa Negara berkembang. Ketika jutaan anak yang melakukan pernikahan usia dini, mereka secara otomatis baru melewati masa pubertas mereka. Apabila ditinjau dari sisi kesehatan, pernikahan remaja pada usia muda dapat menimbulkan resiko kematian jika fisik remaja yang belum siap untuk hamil dan melahirkan (UNICEF, 2005).
Dampak Pernikahan Dini Terhadap Psikologis Remaja
Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, Erickson menyebutnya dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983 dalam Hanifah, 2000 ) ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, mereka belum bisa menunjukkan sikap dewasa. Oleh karenanya, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja:
- Kegelisahan Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme anganangan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Seringkali anganangan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya. Tarik menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum mamadai mengakibatkan mereka diliputi perasaan gelisah. (Ali, 2005: 16)
- Pertentangan Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan.Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman.
- Menghayal Sebagai usia yang berada pada masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, remaja memiliki banyak perbedaan dengan orang dewasa, diantaranya adalah suka menghayal. Keinginan untuk menjelajah dan berpetualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Sebab, menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya.
- Aktivitas berkelompok Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan teman sebayanya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan dengan cara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama.
Keinginan mencoba segala sesuatu Namun ada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin berpetualang, menjalankan segala sesuatu dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain itu, didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan orang dewasa.
Menurut Dariyo dalam bukunya yang berjudul "Psikologi Perkembangan Dewasa Muda" pernikahan bisa berdampak cemas, stress dan depresi (Dariyo, 1999:105)
Cemas
Kecemasan adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami tekanan atau ketegangan dan pertentangan batin (Prasetiyono, 2007: 11). Gejala-gejala pada kecemasan ada yang bersifat fisik dan ada pula yang bersifat psikologis. Gejala fisik yaitu, ujungujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing, nafas sesak, dan lainlain. Gejala psikologis seperti sangat takut merasakan akan ditimpa bahaya atau kecelakaan, hilang kepercayaan, tidak bisa memusatkan perhatian, ingin lari dari kenyataan, dan lain-lain. Adapun kecemasan yang terjadi dalam keluarga pernikahan dini disebabkan karena takut akan adanya bahaya yang mengancam dan persepsi itu akan menghasilkan perasaan tertekan bahkan panic.
Stres
"Stres" bisa diartikan berbeda tergantung dari masig-masing individu mengartikannya. Namun sebagian individu mengartikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional. Para psikolog juga mengartikan stres dalam berbagai bentuk. Stres bisa mengagumkan, tetapi bisa juga fatal. Semuanya tergantung kepada para penderita. Lazarus dan Folkman, 1984 (dalam Hanifah, 2000), menyatakan, stres psikologis adalah sebuah hubungan antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh individu tersebut sebagai hal yang membebani atau sangat melampaui kemampuan seseorang dan membahayakan kesejahteraannya. Menurut Robert S. Feldman,1989 (dalam Mohammad Ali, Mohammad Asrori, 2005) stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stress dapat saja positif (misalnya: merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh: kematian keluarga).
Penyebab stress (stressor) dapat dibagi besar yaitu, biokologis, psikososial, dan kepribadian.
Biologi, stress yang muncul karena keadaan biologis seseorang yang dipengaruhi oleh tingkah laku orang tersebut.
Psikososial, stress yang muncul karena keadaan lingkungan. Stress psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dewasa). Sehingga orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi atau mengadakan penanggulangan terhadap stressor yang muncul. Namun tidak semua orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya (Hawari, 1997: 45). Sedangkan pada umumnya stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut: faktor dari perkawinan, problem orang tua, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan (Hawari, 1997:48)
Kepribadian, stres yang muncul akibat kepribadian orang tersebut. Kematangan sosial-ekonomi dalam perkawinan sangat diperlukan karena merupakan penyangga dalam memutarkan roda keluarga sebagai akibat perkawinan. Pada umumnya umur yang masih muda belum mempunyai pegangan dalam hal sosial ekonomi. Padahal individu itu dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Walgito, 2000: 32).
D. KESIMPULAN
Pernikahan dini merupakan sebuah pernikahan atau hubungan yang bersifat sakral pada dua insan oleh  pasangan ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang berusia dibawah 19 tahun. Isu terhadap pernikahan pada usia dini memiliki perhatian tersendiri di masing-masing negara, terutama Indonesia. Oleh karena itu, terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Penyebabnya yaitu adat istiadat, kondisi ekonomi yang buruk, kurangnya edukasi mengenai pengaruh pernikahan dini dan norma sosial atau tekanan dari keluarga yang mendorong anak-anak menikah di usia muda. Tidak hanya itu pula pernikahan usia dini bisa disebabkan karena minimnya bimbingan dalam hal kesehatan reproduksi dan psikologi serta seluruh akibat lain saat memutuskan menikah di usia dini. Pengaruh terhadap kesehatan mulai dari ibu serta anak yang rawan tersendat, kematian ibu atau anak, terbentuknya penyakit seks yang beresiko. Oleh karenanya diperlukan sekali bimbingan yang besar sejak mulai usia dini kepada para anak muda mengenai hal kesehatan reproduksi. Pernikahan dengan usia yang belum tepat pada waktunya akan banyak menimbulkan masalah, baik masalah fisik atau pun masalah secara psikologis. Sedangkan pada dampak psikologis terhadap remaja yaitu timbul kecemasan dan stres. Kecemasan yang dialami keluarga pernikahan dini remaja yang melakukan pernihakan dini akan merasa ketakutan dan kekhawatiran dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam keluarganya. Sedangkan stres juga bisa menyebabkan neuritis depresi karena mengalami proses kekecewaan yang berlarut-larut dan karena ada perasaan-perasaan tertekan yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyana A. 2019. Dinamika Pernikahan Dini. Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan Agama Vol: 13.No.1.
Dariyo. 1999. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta.
Desiyanti IW. Faktor-Faktur yang Berhubungan terhadap Pernuikahan Dini pada Pasangan Usia Subur di Kecamatan Mapanget Kota Manado. JIKMU. 2015;5(3).
Elprida, R., Nunung, N. 2020. ANALISIS DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP PSIKOLOGIS REMAJA. Jurnal Pekerjaan Sosial ISSN: 2620-3367 Vol. 3 No: 1. http://journal.unpad.ac.id/focus/article/view/28192/13684
Hanifah, 2000, Faktor Yang Mendasari Hubungan Seks Pranikah Remaja di PKBI Yogya, Thesis, Jakarta: FKM UI.
Hawari, Dadang. 1997. Al-Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwadan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa.
ISNAINI, Nurul; SARI, Ratna. PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA BUDAYA BANDAR LAMPUNG. Jurnal Kebidanan Malahayati, [S.l.], v. 5, n. 1, sep. 2019. ISSN 2579-762X.
Kesehatan,  K.,  &  RI,  K.  K.  (2013).  Riset  kesehatan dasar. Jakarta:   Badan   Penelitian   dan Pengembangan  Kesehatan  Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Malinda, Y. (2012). HUBUNGAN UMUR KAWIN PERTAMA DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 3(9).
Ma'mun, M. S. (2015). FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN BANYUWANGI. Retrieved from http://repository.unej.ac.id/handle/12 3 456789/65989
Mohammad Ali, Mohammad Asrori, 2005, Psikologi Remaja, Petkembangan Peserta Didik, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Natalia, S., Sekarsari, I., Rahmayanti, F., & Febriani, N. (2021). Resiko Seks Bebas dan Pernikahan Dini Bagi Kesehatan Reproduksi Pada Remaja. Journal of Community Engagement in Health, 4(1), 76-81. https://doi.org/10.30994/jceh.v4i1.11
Prasetyo, Dwi, Sunar, 2007, Metode Mengatasi Cemas dan Depresi, Yogyakarta: Oryza.
Redjeki RDSS, Hestiyana N, Herusanti R. Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini di Kecamatan Hampang Kabupaten Kota Baru. J Din Kesehat. 2016;7(2):2086--3454.
Shafa, Y., Nunung, N. (2021) DAMPAK PERNIKAHAN USIA DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI Â Jurnal Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat (JPPM) e ISSN: 2775 - 1929 p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No.1. https://doi.org/10.24198/jppm.v2i1.33436
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
UNICEF. (2005). Early marriage: a harmful traditional practice, a statistical exploration. USA: The United Nations Children's Fund
Walgito, Bim. (2004). Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: Yayasan penerbitan fak. Psikologi. UGM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H