Mohon tunggu...
Prayudya AlqairaAn
Prayudya AlqairaAn Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya seorang mahasiswa Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Pernikahan Dini terhadap Kesehatan Reproduksi dan Psikologis Remaja

25 Mei 2023   08:16 Diperbarui: 25 Mei 2023   08:24 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini salah satunya pengetahuan. Kurangnya pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat akan pentingnya pendidikan, makna, serta tujuan pernikahan sehingga menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda. Kebanyakan dari mereka kurang menyadari bahaya yang timbul akibat pernikahan dini (Redjeki et al., 2016). Selain itu kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya pernikahan diusia muda. Sering ditemukan orang tua menikahkan anak mereka dalam usia yang sangat muda karena keinginan untuk meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga atau untuk menjaga garis keturunan keluarga (Desiyanti et al., 2015).

Pelaksanaan pernikahan sebelum usia yang ditentukan memiliki resiko yang bisa dirasakan oleh pihak perempuan maupun laki-laki. Ketidaksiapan anak pada usia yang belum siap menikah dapat menyebabkan berbagai hal, misalnya putusnya pendidikan, menganggu kesehatan reproduksi, perceraian pada usia muda, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Selain itu, pernikahan dini juga menimbulkan dampak buruk secara mental atapun fisik. Terdapat beberapa aspek yang menjadi pemicu atau faktor terjadinya pernikahan dini, antara lain kebutuhan ekonomi, pendidikan rendah, kultur nikah muda, perkawinan yang diatur, dan seks bebas pada remaja yang menyebabkan kehamilan sebelum menikah (Himsya, 2011).

B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian deskriptif dan penelitian kualitatif. Metode penelitian deskriptif menurut Nazir (1988) dalam Buku Contoh Metode Penelitian, adalah suatu metode yang digunakan dalam meneliti kondisi, sistem pemikiran, atau peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif ini, bertujuan untuk mendeskripsikan atau membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta yang ada. Dalam penelitian ini penulis mengenakan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif berbentuk kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan, R., & Taylor, 1993). Pada penelitian ini berfokus kepada pemahaman terhadap fenomena secara mendalam melalui pengumpulan data yang dapat menunjukkan detail dan pemahaman suatu data yang diteliti. Oleh karena itu, kedua pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan serta menggambarkan dampak pernikahan dini terhadap kesehatan reproduksi dan psikologi remaja


C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

        Pernikahan muda sangat rentan mengalami ketidakbahagiaan. Hal ini dikarenakan  pasangan suami istri yang masih muda, masih memiliki kepribadian yang masih labil. Pada  pria yang masih beradaptasi dengan status baru sebagai seorang suami akan sulit  meninggalkan kebiasaan atau sifat-sifat seperti sebelum menikah. Sedangkan pada wanita juga akan mengalami kesulitan beradaptasi dengan status baru sebagai seorang istri dan  ibu baru. Mereka akan merasa kesulitan dalam beradaptasi menjalankan tugas-tugasnya  sebagai seorang istri dan ibu. Setelah mengerjakan tugas-tugasnya sebagai ibu rumah tangga ini, muncullah keluhan-keluhan yang dirasakan oleh wanita dan berakibat menghilangkan kebahagiaan yang dirasakannya. Idealnya usia pernikahan untuk perempuan adalah minimal 20 tahun. Secara psikologis, sudah stabil dalam menyikapi banyak hal, dan ini berpengaruh dalam perkawinan. Wanita yang masih berumur kurang dari 20 tahun cenderung belum siap karena kebanyakan diantara mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan pendidikan yang baik dan bersenang-senang. Laki-laki minimal 25 tahun, karena laki-laki pada usia tersebut kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, sehingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan sosial (BKKBN, 2010)

Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Reproduksi 

          Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Reproduksi Pernikahan merupakan suatu hubungan yang bersifat sakral pada dua insan antara laki-laki dan perempuan untuk membangun sebuah rumah tangga dan memperbanyak keturunan (Ma'mun, 2015). Pada 20 provinsi pernikahan dini pada anak masih ada di atas rata-rata nasional. Provinsi dengan jumlah pernikahan dini tertinggi adalah Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Terdapat lebih dari 1 juta anak perempuan yang menikah pada usia dini. Menurut data tersebut menunjukkan kejadian pernikahan usia dini, di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah menjadi 3 Provinsi sudah mencapai angka tertinggi (Badan Pusat Statistik, 2020). Dari data tersebut, sebelumnya pernikahan usia dini mempunyai pengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Pernikahan yang dilakukan oleh para remaja juga bisa berpengaruh negatif terhadap berbagai hal bagi seseorang. Organ fisik dan reproduksi yang belum matang dari seorang remaja perempuan akan berpengaruh terhadap resiko jika seorang remaja perempuan tersebut mengalami kehamilan. Seperti kemungkinan anak yang lahir mengalami kecatatan, ibu mati saat melahirkan dan resiko lainnya ketika pernikahan pada usia dini terjadi. Selain itu, leher rahim seorang remaja perempuan juga masih sensitif (Shafa & Nunung, 2021). Ketika pernikahan pertama terjadi pada usia awal seorang wanita haid atau organ reproduksinya dapat berfungsi adalah saat tahun-tahun pertama dari 35 tahun masa reproduksinya, kemungkinan wanita tersebut melahirkan selama rentang waktu 35 tahun sangat besar (Malinda, 2012). Dampak dari kesehatan reproduksi ini bukan hanya sekedar membahas mengenai kesehatan alat-alat reproduksi tetapi juga mengenai kualitas hidup dan bagaimana kelangsungan hidup seseorang setelahnya. Pernikahan usia dini bisa menjadi perhatian seluruh dunia karena adanya dampak buruk dari pernikahan dini yang cenderung diabaikan di beberapa Negara berkembang. Ketika jutaan anak yang melakukan pernikahan usia dini, mereka secara otomatis baru melewati masa pubertas mereka. Apabila ditinjau dari sisi kesehatan, pernikahan remaja pada usia muda dapat menimbulkan resiko kematian jika fisik remaja yang belum siap untuk hamil dan melahirkan (UNICEF, 2005).

Dampak Pernikahan Dini Terhadap Psikologis Remaja

Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, Erickson menyebutnya dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983 dalam Hanifah, 2000 ) ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, mereka belum bisa menunjukkan sikap dewasa. Oleh karenanya, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja:

  • Kegelisahan Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme anganangan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Seringkali anganangan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya. Tarik menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum mamadai mengakibatkan mereka diliputi perasaan gelisah. (Ali, 2005: 16)
  • Pertentangan Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan.Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman.
  • Menghayal Sebagai usia yang berada pada masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, remaja memiliki banyak perbedaan dengan orang dewasa, diantaranya adalah suka menghayal. Keinginan untuk menjelajah dan berpetualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Sebab, menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya.
  • Aktivitas berkelompok Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan teman sebayanya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan dengan cara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun