Sebagaimana pernah penulis sampaikan, bahwa intelijen adalah bisnis yang sulit dan akan berakhir menjadi sebuah prediksi. Melihat data pemilu 2019, tiga posisi di atas diduduki partai nasionalis, dua diantaranya punya patron.Â
Budaya paternalistik dari masyarakat akan tetap meneguhkan PDIP dan Gerindra, kecuali kedua patron tidak menjadi ketua umum lagi atau tidak eksis di partai.Â
Golkar dengan pemilih setianya masih bisa berada di papan atas. Partai Nasdem yang berada diposisi ke lima dengan patron Surya Paloh yang memiliki media group, bila strategi conditioning-nya tepat berpeluang naik ke peringkat papan atas.
Sementara, Partai berbasis Islam PKB dan PKS akan tetap eksis. PKB yang identik dengan NU tetap berada di papan tengah. PKS bisa naik petingkat, akan mendapat tambahan suara ex pendukung Prabowo aliran Muslim keras yang split sebagai pendukung 08.Â
Hanya perlu diwaspadai oleh pengurus PKS, pengikut HTI dan Al Qaeda serta NII akan berjuang di wilayah legislatif, kemungkinan PKS bisa menjadi alternatif pilihan ideal mereka.
PAN sepertinya sulit ke papan atas, sayang warga Muhammadiah tidak solid, terutama setelah Amin Rais membuat parpol baru. Demikuan juga PPP harus berebut konstituen dengan parpol berbasis Islam lainnya.Â
Perindo besutan Harry Tanoe belum punya strategi komunikasi, walau memiliki media MNC. Perlu memikirkan ahli conditioning, peluangnya besar dengan sarana dan dana kuat.
Bagaimana peluang Capres?
Elektabilitas capres hanya bisa terbaca dari survei yang benar, bukan yang abal-abal. Demikian yang terjadi pada pilpres 2004, 2009, 2014 dan 2019.Â
Penulis banyak mengulas hasil survei. Saat ini secara kasar ada tiga tokoh besar capres yang selalu muncul dengan elekrabilitas tertinggi di tiga besar.Â