"berbeda, karena aku meminumnya tidak denganmu."
"sudahlah, mas." sanggahku. pria itu tersenyum tipis.
aku tak protes saat dia menggamit lenganku membawaku pada sudut kedai kopi di bandara tempat kami bertemu. tak ada yang berubah darinya semenjak lima tahun yang lalu pertemuan terakhir kita. masih saja dia memesan hazelnut latte favoritnya.
"kenapa bukan caramel macchiato?"tanyanya saat aku memesan segelas lemon tea. aku tersenyum. terlalu banyak kenangan dengan minuman itu. aku merasakan luka itu kembali terkuak, ketika mencium aromanya.
"maaf, nona. aku hanya sedih melihatmu."
"aku baik-baik saja, mas. jangan kau kasihani aku seperti itu."