Mohon tunggu...
Harta Sujarwo
Harta Sujarwo Mohon Tunggu... Penulis - Pedagang

Pembelajar multidimensional yang sedang bermetamorfosa, Pengamat, Peneliti, Kritikus dan Invisible Writer

Selanjutnya

Tutup

Money

Membedah Ketajaman Yusuf di Tengah Ketidakpastian

9 Mei 2020   02:31 Diperbarui: 9 Mei 2020   02:41 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi tetap waspada karena fluktuasi nilai tukar rupiah akhir-akhir ini juga sangat dipengaruhi oleh berita dalam jangka pendek. Baik berita dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Berita luar negeri, misalnya ketegangan Amerika Serikat dan China sempat membuat rupiah melemah. Sedangkan data ekonomi dalam negeri juga memberikan pukulan bagi rupiah. Misalnya, IHS Markit baru-baru ini melaporkan Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia di angka 27,5. Jauh menurun dibandingkan bulan sebelumnya, 43,5. Menjadi catatan PMI terendah sejak April 2011. Disinyalir PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagai pemicunya.

Di sisi lain, ekonom senior, Rizal Ramli pada Desember 2019 telah memprediksi ekonomi Indonesia tahun 2020 lebih buruk dari tahun 2019. Menurutnya karena pertumbuhan kredit pada tahun 2019 hanya 7% dan daya beli masyarakat menurun. Selain itu indikator makro kecenderungannya merosot hingga kuartal III-2019. Sebagaimana dilansir beritasatu.com

Bahkan sejarah tahun 1998 sudah memberikan pelajaran. Saat itu rupiah berada di titik terlemah dalam melawan dolar Amerika Serikat. Padahal pada tahun 1949, nilai tukar rupiah awalnya di posisi terbaiknya yaitu 1$US, cuma senilai Rp. 3,80. Tapi berita keguncangan demi keguncangan politik dan tekanan geopolitik membuat nilai tukar rupiah perlahan anjlok. Puncaknya pada detik-detik peristiwa pemberontakan G/30/S/PKI, tercatat bulan Agustus 1965 1$US senilai Rp. 2.295.00. Kemudian hanya selang 3 bulan saja, pada Nopember 1965, rupiah merosot lagi lebih dua kali lipat menjadi Rp. 4995.00 per dolar AS.

Begitulah seterusnya kemerosotan itu bergulir. Saat terjadi gejolak politik di zaman orde baru. Mulai dari bulan Desember 1997, per dolar senilai 5.915.00. Hanya selang sebulan saja, pada Januari 1998 per dolar menjadi 14.800.00. Artinya nyaris 3 kali lipat rupiah merosot nilainya saat itu. Bahkan Pada bulan Juni 1998, rupiah berada di titik terendah sepanjang sejarah Indonesia. Yaitu per dolarnya senilai Rp. 16.800.00. Artinya, selalu ada faktor "X" diluar kendali BI.

Faktor "X" ini mengujicoba apakah elite bisa dikendalikan untuk tidak menarik uang secara besar-besaran di Bank (rush)?. Apakah elite bisa dikendalikan agar tidak bertransaksi spekulasi demi mengejar keuntungan pribadi dan agar tidak panic selling atau panic redeeming terhadap produk-produk investasi yang dimiliki?.

Perilaku panic buying berpotensi  menyuburkan para pemburu rente. Disebakan perilaku panic buying selalu belanja melebihi kebutuhannya. Sikap itu menyebabkan kelangkaan bahan pokok. Adanya ketidakseimbangan suply and demand. Dus, kelangkaan ini yang menyebabkan inflasi. Apalagi  kalau BI mencetak uang hingga 600 triliun. Penolakan BI soal usul pencetakan uang oleh Badan anggaran (Banggar) DPR RI sudah tepat. Tapi Lebih tepat lagi jika perilaku cerdas Nabi Yusuf sebagai ekonom legendaris kita jadikan patron.

3.  Kecerdasan Yusuf Hadapi Hoax

Screenshot Youtube: Fakta Berita
Screenshot Youtube: Fakta Berita

Bersikap kritis dan jujur bukan berarti membuka rahasia Negara dan meresahkan masyarakat seperti menyebarkan hoax. Sebagaimana Yusuf pernah jadi korban hoax Zulaikha. Namun Yusuf mengolah hoax menjadi pembuktian terbalik.

Golongan elite seperti Zulaikha memang paling potensial memproduksi hoax. Karena elite yang memiliki otoritas dan fasilitas. Oleh karena itu, bijak bermedia sosial harus dimulai dari elite. Bukankah ikan membusuk dimulai dari kepalanya?. (markus Tullius Cicero). Kecuali ingin mengganti bahan mata uang rupiah dari serat kapas menjadi emas dan perak seperti dinar dan dirham, agar tidak mudah krisis.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun