Cara berperilaku cerdas di tengah ketidakpastian ini saya awali dengan seuntai sajak. Tujuannya, merangsang optimisme Makroprudensial Aman Terjaga di tengah pesimisme yang melanda. Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa perlu dihayati.
Â
1. Puisi "Ketajaman Yusuf di Tengah Ketidakpastian"
Karya: Harta Sujarwo
Titi mangsa wabah masih seumur jagung
Tapi belatung keuangan sudah mengepung
Lipat ganda bunga  terkatung-katung
Kambinghitamkan virus sang penyandung
Dibalik mendung, Gunung yang bebani bumi berselubung
Sampai kapan sapi perah mereka usung?
Sampai 7 (s)api kurus melahap 7 (s)api tambun?
Sampai 7 gandum hijau dimakan 7 gandum kering, bung?
Setelah hibernasi ini, Tunggulah saatnya!
Saat ketajaman Yusuf membedah metamorfosa arta
Saat perhumaan di tangan-tangan kuasa-Nya
Saat surat Yusuf, suratan takdir Maha Kuasa
                         Pekanbaru, 8 Mei 2020
Sajak di atas melukiskan gambaran optimisme yang berorientasi pada sejarah Nabi Yusuf. Sajak yang relevan dengan kondisi kita di tengah ketidakpastian kapan covid-19 berakhir. Ketidakpastian yang berpotensi menimbulkan kepanikan akan isu resesi dan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Ketidakpastian kondisi perekonomian ke depan. Potensi masyarakat yang melakukan panic buying dan panic selling/panic redeeming. Potensi penimbunan kebutuhan sehari-hari dan spekulasi demi keuntungan pribadi. Maka optimisme puisi di atas diharapkan dapat mengantisipasi vibrasi pesimisme, yang lebih berbahaya dari Covid-19.Â
Â
2. Waspadai dan Antisipasi Multiplier Effect Berita
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo meminta BUMN membuka lahan baru untuk persawahan (28/4/2020). Menurutnya,  hal itu sebagai bentuk antisipasi, apabila terjadi kekeringan yang melanda disertai ancaman kelangkaan pangan. Tiba-tiba Presiden bisa melihat ancaman di seberang realitas. Saat masyarakat masih shock dengan Covid-19, seolah ancaman krisis ketahanan pangan sudah dipublikasi presiden. Tentu saja efek publikasi presiden itu semakin mempengaruhi sentimen pelaku usaha dan berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah. Hal ini membuktikan berita Covid-19 sebagai pemantik multiplier effect. Beruntung pada Jumat (8/5/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp.15.009. Rupiah menguat 0,78%. Rupiah terbaik di Asia.
Tapi tetap waspada karena fluktuasi nilai tukar rupiah akhir-akhir ini juga sangat dipengaruhi oleh berita dalam jangka pendek. Baik berita dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Berita luar negeri, misalnya ketegangan Amerika Serikat dan China sempat membuat rupiah melemah. Sedangkan data ekonomi dalam negeri juga memberikan pukulan bagi rupiah. Misalnya, IHS Markit baru-baru ini melaporkan Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia di angka 27,5. Jauh menurun dibandingkan bulan sebelumnya, 43,5. Menjadi catatan PMI terendah sejak April 2011. Disinyalir PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagai pemicunya.
Di sisi lain, ekonom senior, Rizal Ramli pada Desember 2019 telah memprediksi ekonomi Indonesia tahun 2020 lebih buruk dari tahun 2019. Menurutnya karena pertumbuhan kredit pada tahun 2019 hanya 7% dan daya beli masyarakat menurun. Selain itu indikator makro kecenderungannya merosot hingga kuartal III-2019. Sebagaimana dilansir beritasatu.com
Bahkan sejarah tahun 1998 sudah memberikan pelajaran. Saat itu rupiah berada di titik terlemah dalam melawan dolar Amerika Serikat. Padahal pada tahun 1949, nilai tukar rupiah awalnya di posisi terbaiknya yaitu 1$US, cuma senilai Rp. 3,80. Tapi berita keguncangan demi keguncangan politik dan tekanan geopolitik membuat nilai tukar rupiah perlahan anjlok. Puncaknya pada detik-detik peristiwa pemberontakan G/30/S/PKI, tercatat bulan Agustus 1965 1$US senilai Rp. 2.295.00. Kemudian hanya selang 3 bulan saja, pada Nopember 1965, rupiah merosot lagi lebih dua kali lipat menjadi Rp. 4995.00 per dolar AS.
Begitulah seterusnya kemerosotan itu bergulir. Saat terjadi gejolak politik di zaman orde baru. Mulai dari bulan Desember 1997, per dolar senilai 5.915.00. Hanya selang sebulan saja, pada Januari 1998 per dolar menjadi 14.800.00. Artinya nyaris 3 kali lipat rupiah merosot nilainya saat itu. Bahkan Pada bulan Juni 1998, rupiah berada di titik terendah sepanjang sejarah Indonesia. Yaitu per dolarnya senilai Rp. 16.800.00. Artinya, selalu ada faktor "X" diluar kendali BI.
Faktor "X" ini mengujicoba apakah elite bisa dikendalikan untuk tidak menarik uang secara besar-besaran di Bank (rush)?. Apakah elite bisa dikendalikan agar tidak bertransaksi spekulasi demi mengejar keuntungan pribadi dan agar tidak panic selling atau panic redeeming terhadap produk-produk investasi yang dimiliki?.
Perilaku panic buying berpotensi  menyuburkan para pemburu rente. Disebakan perilaku panic buying selalu belanja melebihi kebutuhannya. Sikap itu menyebabkan kelangkaan bahan pokok. Adanya ketidakseimbangan suply and demand. Dus, kelangkaan ini yang menyebabkan inflasi. Apalagi  kalau BI mencetak uang hingga 600 triliun. Penolakan BI soal usul pencetakan uang oleh Badan anggaran (Banggar) DPR RI sudah tepat. Tapi Lebih tepat lagi jika perilaku cerdas Nabi Yusuf sebagai ekonom legendaris kita jadikan patron.
3. Â Kecerdasan Yusuf Hadapi Hoax
Bersikap kritis dan jujur bukan berarti membuka rahasia Negara dan meresahkan masyarakat seperti menyebarkan hoax. Sebagaimana Yusuf pernah jadi korban hoax Zulaikha. Namun Yusuf mengolah hoax menjadi pembuktian terbalik.
Golongan elite seperti Zulaikha memang paling potensial memproduksi hoax. Karena elite yang memiliki otoritas dan fasilitas. Oleh karena itu, bijak bermedia sosial harus dimulai dari elite. Bukankah ikan membusuk dimulai dari kepalanya?. (markus Tullius Cicero). Kecuali ingin mengganti bahan mata uang rupiah dari serat kapas menjadi emas dan perak seperti dinar dan dirham, agar tidak mudah krisis.
Â
4. Kaji Ulang Bahan Baku Rupiah menuju Emas dan Perak
Emas dan perak perlu dikaji ulang untuk bahan baku rupiah. Karena mata uang yang berbahan emas dan perak jauh lebih stabil. Selain tak mudah rusak, juga nilai nominal sesuai dengan nilai intrinsiknya. Sejarah membuktikan dinar dan dirham sebagai mata uang emas dan perak paling stabil. Oleh karena itu pula mantan Perdana Menteri Mahathir Mohammad menginginkan Negara-negara Islam mengganti dolar dengan emas dinar sebagai alat transaksi pembayaran.
Berdasarkan jurnal yang dipublikasikan oleh International Journal of Islamic Economics and Finance (IJIEF) dengan judul "Islamic Gold Dinar: The Historical Standard" karangan Ahamed Kameel Mydin Meera, di awal masa Nabi Muhammad SAW pada awal abad ke-7 bangsa Arab atau umat Muslim belum memiliki emas dinar maupun perak dirham.
Emas dinar tersebut diadopsi dari koin emas (bezant) bangsa Romawi dan perak dirham diadopsi dari koin perak bangsa Persia. Nabi Muhammad SAW kemudian menetapkan koin emas dan perak tersebut sebagai alat tukar resmi karena tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Bahkan jauh sebelumnya berlaku  di Mesir. Pada zaman  Yusuf belia dijual dengan harga yang murah.
 ''Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.'' (Yusuf ayat 20).
Selain itu, saat darurat Covid-19 pemakaian  uang elektronik perlu disosialisasikan untuk mengurangi risiko penyebaran covid-19. Saat dunia mengalami hibernasi ekonomi (di rumah saja),  Justru saat inilah kita lebih giat mengkaji ulang sistem keuangan dan perekonomian kita agar tidak ada penggenangan.
5. Genangan Uang dan Potensi Perkembangbiakan Nyamuk Perekonomian
Seharusnya bukan hanya bahan pokok dan alat kesehatan saja yang tidak boleh ditimbun saat pandemi Corona ini. Uang pun tidak seharusnya tergenang pada kalangan elit. Sepertihalnya di air yang menggenang sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Begitu juga di tempat penimbunan uang, berpotensi terhadap menjamurnya penghisap darah perekonomian.
Peredaran uang dan fasilitas usaha dibutuhkan untuk kelancaran produktifitas pelaku usaha. Bukankah masih banyak sumber daya manusia yang kreatif dan produktif, namun mereka tak punya modal kerja ataupun modal investasi?. Jangan sampai perputaran uang hanya berputar pada kalangan elite saja. Jika kesenjangan sosial ini melampaui batas, dikhawatirkan alam akan mencari perimbangannya sendiri.
Seandainya saja seluruh lembaga permodalan disiapkan untuk  memberikan bantuan pinjaman kepada seluruh pelaku usaha terampil dan ahli. Tidak akan ada kesenjangan sosial dan kriminal separah ini. Seandainya saja pinjaman uang  atau peralatan kerja itu berbunga 0%. Tidak akan ada kecemburuan sosial. Uang hanya alat tukar.  Saat kita lapar, uang dimakan tak mampu menghilangkan lapar, sebelum ditukar dulu dengan makanan. Jika bahan pangan kurang diproduksi dan terjadi kelangkaan pangan, uang mau ditukar dengan apa?.
Sekenario selanjutnya, bagi pemilik lahan tidur, biarkanlah lahan itu digarap saudaramu yang jadi buruh tani, dari pada ditelantarkan. Bukankah langit dan bumi ini milik Allah?. Mengapa tidak dikelola menurut kehendak Allah demi kemaslahatan?. Bukankah Allah menghendaki Az-Zakat sebagai satu sistem pembinaan perekonomian yang  modelnya seperti Koperasi?. Model yang berasaskan kekeluargaan sesuai Undang-undang. Sistem suka duka ditanggung bersama. Bukan seperti lembaga sapi perahan. Sapi yang diperah hanya makan rumput. Sementara yang memerah, malah minum susunya.
Sistem perekonomian renten tidak pernah menciptakan adil makmur. Tenaga terampil dan ahli  harus didukung untuk membangun kreatifitas/kemandirian pangan dan industri strategis. Bukankah ketergantungan kita pada produk impor selama ini telah berimplikasi dalam melemahkan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia?.
Â
6. Sadari Tersesat di Jalan Rente, Lebih Baik dari pada Bingung Tanpa UjungÂ
Sebenarnya bila kita segera menyadari tersesat di jalan rente menuju senja, itu lebih baik dari pada merasa bingung berkepanjangan. Buktinya orang yang sadar tersesat di jalan, tidak mungkin melanjutkan perjalanan yang menyesatkan itu berulang-ulang. Tapi bagi yang merasa bingung, ia bisa terus menerus berjalan mondar-mandir,  berputar-putar tak tentu arah  terus menerus dalam labirin hingga melahirkan keguncangan jiwa.
Keguncangan sistem keuangan pun  persis seperti yang digambarkan dalam Surat Al-Zalzalah: 1-8. Disebabkan bermegah-megahan dan mubazir. Pada dasarnya akibat dari cinta uang berlebihan. Dengan demikian, cinta sejati hanyalah kesadaran. Ketika kepercayaan masyarakat pada perbankan sadar terguncang, ketika itu pulalah peluang ruh  kesadaran baitulmal menurut Az-Zakat layak diperhitungkan sebagai cadangan sistem perekonomian dan keuangan alternatif. Baitulmal menurut Az-Zakat adalah alternatif sistem perekonomian dan keuangan obyektif dari Allah berdasarkan Al-Qur'an. Artinya perlu membedah ketajaman (surat) Yusuf, manakala dunia perbankan telah dalam ambang kesudahan terakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H