Nama: pitri Fatmawati
Npm :2088201009
Mata kuliah: Pragmatik
Prodi: PBSI
Prinsip percakapan dalam ilmu Pragmatik
Prinsip kerjasama merupakan salah satu prinsip percakapan dalam ilmu
pragmatik. Prinsip ini menekankan pada adanya upaya kerjasama yang terjalin antara
penutur dan mitra tutur dalam sebuah percakapan. Kerjasama yang dimaksud
berhubungan dengan tuturan yang diujarkan. Oleh karena itu, penutur selalu berusaha
agar tuturannya relevan dengan konteks, jelas dan mudah dipahami, padat dan ringkas,
dan selalu pada persoalan. Hal tersebut dirangkum dalam maksim-maksim yang
terdapat dalam prinsip kerjasama.
Aturan-aturan dalam sebuah percakapan dikenal dengan istilah maksim. Grice
dalam (Wijana, 1996: 46) mengatakan bahwa “di dalam rangka melaksanakan prinsip
kerjasama itu, setiap penutur harus mematuhi 4 maksim percakapan (conversational
maxim), yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of
quality), maksim relevansi (maksim of relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim of
manner)”. Dalam setiap maksim percakapan tersebut, terdapat aturan yang
diharapkan untuk dipatuhi oleh setiap partisipan.
Kontribusi menjadi kunci utama dalam prinsip kerjasama ini. Maksim kuantitas
mengharapkan setiap partisipan memberikan kontribusi sebanyak yang dibutuhkan
oleh mitra tutur. Maksim kualitas mengharapkan setiap partisipan memberikan
kontribusi sesuai dengan fakta/ kenyataan dan tidak mengada-ada. Maksim relevansi
mengharapkan setiap partisipan memberikan kontribusi yang berhubungan dengan konteks pembicaraan. Maksim cara mengharapkan setiap partisipan memberikan
kontribusi secara langsung, jelas dan tidak ambigu.
Dalam sebuah percakapan, prinsip kerjasama ini diharapkan dapat dipatuhi oleh
setiap partisipan. Namun, ketidakpatuhan terhadap prinsip kerjasama ini juga dapat
terjadi. Salah satu bentuk ketidakpatuhan tersebut adalah pelanggaran terhadap
prinsip kerjasama. Pelanggaran ini terjadi karena adanya implikasi-implikasi tertentu
yang hendak dicapai oleh penuturnya. Implikasi yang dimaksud berhubungan dengan
implikasi makna tidak langsung/ makna tersirat, yang dalam ilmu pragmatik dikenal
dengan istilah implikatur konversasional.
Grice dalam (Wijana, 1996: 37) dalam artikelnya yang berjudul Logic and
Conversation mengatakan bahwa “sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi
yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan
itu disebut dengan implikatur”. Implikatur atau makna tersirat mengharapkan setiap
partisipan untuk saling memahami apa yang dituturkan oleh mitra tutur. Sehingga,
dibutuhkan kerjasama yang baik antar partisipan agar percakapan diantara keduanya
berjalan dengan lancar.
Bahasa sebagai alat komunikasi Mempunyai peranan penting dalam Kehidupan, ditambah lagi di zaman modern Sekarang ini. Bahasa adalah alat komunikasi Oleh setiap individu dalam kehidupan seharihari. Dengan bahasa itu manusia dapat saling Berinteraksi terhadap satu sama lainnya. Berbahasa juga disebut aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang Lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila Manusia terlibat di dalamnya. Tidak hanya dalam komunikasi dan Proses interaksi sosial, bahasa ternyata Memiliki peranan penting dalam komunikasi Sastra. Novel bukan hanya berkaitan dengan Sastra, namun novel juga berkaitan mengenai Bahasa.
Coba kita perhatikan beberapa produk Sastra seperti puisi, cerpen, atau bahkan novel. Tentu kita semua setuju bahwa bahasa Mempengaruhi nilai dari karya sastra tersebut. Terutama pada novel, bisa kita lihat Penggunaan bahasanya pada dialog antar Tokoh. Novel merupakan salah satu karya fiksi Yang ditulis dalam bentuk cerita.
Pada Hakikatnya novel mendayagunakan bahasa Untuk mengungkapkan tentang kehidupan Manusia. Kalimat yang dituturkan oleh tokoh tokoh dalam yang digambarkan pengarang.
Dalam sebuah novel diharapkan dapat Dipahami dengan baik oleh pembaca. Pragmatik diartikan sebagai syaratsyarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya Pemakaian bahasa dalam komunikasi. Pragmatik memiliki kajian atau bidang telaah Tertentu yaitu deiksis, praangapan, tindak Tutur, implikatur dan prinsip kerja sama. Jika Dikaitkan pragmatik dengan karya sastra salah Satunya bisa ditinjau dari dialog antar tokoh Dengan menggunakan prinsip kerja sama.
Sementara ini, banyak pengarang Terkenal yang khususnya dari Bali dengan Karya-karya inspiratif. Masing-masing Pengarang mempunyai ciri khas masingmasing dalam menyajikan karangannya. Seperti Oka Rusmini dengan unsur feminisme Yang kental dan Putu Wijaya dengan unsur Sosial budaya yang kental. Salah satunya Dengan Wayan Jengki Sunarta. Namun, Jika Ditinjau dari segi aspek bahasa baru sedikit Peneliti yang meneliti hasil karya pengarang Bali dengan pendekatan pragmatik. Begitu Pula halnya dengan karya Sunarta, belum ada Penelitian dari segi aspek bahasa dengan Pendekatan pragmatik. Karena belum ada Yang mengkaji dari segi aspek bahasa, maka Penelitian ini dilakukan.
Pada karya sastra novel Magening karya Wayan Jengki Sunarta dapat dianalisis dari Segi pendekatan bahasa, khususnya tentang Prinsip kerja sama. Penulis mengambil novel Magening sebagai bahan penelitian karena Novel Magening karya Wayan Jengki Sunarta Ditulis menggunakan dialog yang sederhana. Jalan cerita yang menarik dan runtut, sehingga Antara tokoh yang satu dengan yang lainnya Dalam bertutur banyak ditemukan tuturan Yang mengandung prinsip kerja sama. Selain Itu, belum pernah ada penelitian yang mengkaji karangan Sunarta dari segi aspek bahasa dengan pendekatan pragmatik.
Pematuhan Prinsip Kerja Sama Dalam Novel Magening
1.Maksim Pelaksanaan
Pengunaan maksim pelaksanaan harus Jelas, tidak samar, dan tidak berbelit Maksudnya dalam aktivitas bertutur jika Melanggar akan hal-hal tersebut maka dapat Dikatakan melanggar PKS Grice karena tidak Mematuhi maksim pelaksanaan. Adapun Beberapa kutipan dialog dalam Novel Magening Karya Jengki terdapat tuturan Maksim pelaksanaan baik yang tidak Melanggar PKS atau juga ada yang )Melanggar PKS. Seperti yang tergambar pada Kutipan 01 pada novel magening di bawah ini.
(01)"Saya rasa semuanya sudah jelas,
Pak. Apa bisa saya tanda tangani Sekarang?" Halaman 62
(02)"O, Iya silakan tanda tangani."
Halaman 62
Kutipan 01, dan kutipan 02 memiliki Kadar kejelasan yang tinggi. Tuturan si
Penutur yang yang berbunyi "Apa bisa saya Tanda tangani sekarang?". Memberikan Kejelasan tentang apa sebenarnya yang Diminta oleh penutur. Hal apa yang harus Dilakukan? Tentu dampak dari penutur bisa Menimbulkan kejelasan maksud penutur. Demikian pula tuturan yang di sampaikan "O, Iya silakan tanda tangani.". Kata-kata tersebut Mengandung kadar ketangkasan yang jelas.Komunikasi yang baik harus bisa Mengungkapkan pikiran secara jelas. Maksim Pelaksanaan mewajibkan peserta petuturan Bertutur secara langsung jelas dan tidak kabur. Seperti juga yang tergambar pada kutipan di Bawah ini.
(03) "Aku yakin kau akan mampu
bekerja dengan baik di Magening,
ujarnya dengan wajah
semringah."
(04) "Kalau sudah kaya, jangan lupa
aku ya, selorohnya. Aku
memeluknya. Dan itulah untuk
kali pertama aku memeluknya."
(Hal. 13)
Kutipan 03, dan kutipan 04 tidak
terdapat kekaburan makna karena penutur
menyampaikan secara jelas tentang
keyakinannya pada tokoh Mudra. Sekilas jika
ditelisik penutur seolah-olah memberikan
penguatan pada tokoh Mudra agar tegar dalam
menghadapi semua persoalan, bisa
beradaptasi dengan baik ditempat kerja.
2. Maksim Kualitas
Dengan maksim kualitas, seorang
peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan
sesuatu yang nyata dan sesuai fakta yang
sebenarnya. Fakta kebahasaan yang demikian harus didukung dan didasarkan pada buktibukti yang jelas, nyata, dan terukur. Sebuah
tuturan dapat dikatakan memiliki maksim
kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai
dengan fakta, sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya, dan tidak mengada-ada.
Ketidaksesuaian yang demikian akan
menjadikan kualitas pertuturan semakin
rendah (Rahardi, 2009: 24). Seperti yang
terdapat pada Novel Magening Karya Wayan
Jengky Sunarta juga terdapat Maksim
Kualitas seperti yang terdapat pada kutipankutipan di bawah ini.
(07) "Kau terlalu sering memikirkan
perasaan orang lain, sehingga
dirimu sendiri tidak pernah kau
fikirkan, ujar Rihwa, suatu kali,
ketika aku mengeluh tentang
hubungan percintaanku yang selalu
kandas di tengah jalan." Halaman 4
(08)"Kau sebenarnya berada di
perbatasan Gemini dan cancer.
Setengah jiwaku gemini,
setengahnya lagi cancer. Mungkin
karena hal itu, kau sering bingung
dengan karaktermu sendiri." (Hal.
5)
Kutipan 07 dan 08 dituturkan oleh
Rihwa yang sedang menasihati sahabatnya
Mudra yang mengeluh tentang kisah
percintaannya selalu kandas di tengah jalan.
Rihwa berusaha meyakinkan Mudra alasan
mengapa cintanya kandas. Penutur
menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai
fakta yang sebenarnya karena pada dasarnya
Mudra cenderung memikirkan perasaan orang
lain sehingga perasaannya sendiri tidak
dipikirkannya. Kurang tegasnya dalam
menentukan sikap membuat kisah asmaranya
selalu terhenti.
(11) "Indah sekali ujarku"
(12) "Itulah yang membuat kami betah di
sini" (hal. 23)
Tuturan Mudra yang berbunyi "Indah
sekali" didasari pada konteks yakni suatu
siang Mudra jalan bersama Fauzi berjalan
berkeliling Magening. Ungkapan Mudra yang memuji keindahan Desa Magening membuat
Fauzi merespon dan terjadilah pertuturan
seperti dialog di atas.
Kalimat kedua "Itulah yang membuat kami
betah di sini" masuk dalam kategori maksim
relevansi karena kalimat yang diturkan Fauzi
memberikan kontribusi relevan terhadap
kalimat sebelumnya yang telah dituturkan
Mudra. Hal lain yaitu keduanya sama-sama
mengunakan tindak tutur langsung. Tuturan
Mudra dan Fauzi juga jelas dan tidak
menimbulkan makna ganda.
3. Maksim Relevansi
Rahardi (2009: 24) mengungkapkan
bahwa agar terjalin kerja sama yang baik
antara penutur dan mitra tutur dalam maksim
relevansi, masing-masing hendaknya dapat
memberikan kontribusi yang relevan atau
sesuai tentang sesuatu yang sedang
dipertuturkan. Bertutur dengan tidak
memberikan kontribusi yang relevan dianggap
tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja
sama Grice. Setiap orang yang terlibat dalam
praktik bertutur itu harus berkontribusi secara
relevan terhadap setiap aktivitas pertuturan.
Seperti dalam Novel Magening terdapat
maksim Relevansi yang tergambar pada
kutipan-kutipan di bawah ini.
(13)"Kenalkan, saya Ni Kadek
Suniarsih. Agar lebih akrab,
panggil Suni saja. Saya salah satu
staf di Yayasan Rare Bali, kata
perempuan itu sembari
menyalamiku." (Hal. 9)
(14) "Saya Putu Mudra, balasku. Saya
telah mewawancarai beberapa
pelamar lainnya. Dan, kamu yang
terakhir, kata suni. Mau minum,
apa terima kasih, Bu. Tidak usah,
jawabku canggung. Panggil Suni
saja. Usia kita sama kok. Pilih
saja di daftar menu apa yang
kamu sukai ya, Suni
menyodorkan daftar menu.
Anggap ini bukan wawancara.
Tapi ngobrol ngobrol santai saja,
ujar Suni." (Hal. 10)
Cuplikan pertuturan pada 13 dan 14 di
atas dapat dikatakan mematuhi dan menepati
maksim relevansi. Tuturan pertama ketika
Suni memperkenalkan diri sebagai salah satu
staf di Yayasan Rare Bali dan tokoh Mudra
merespon perkenalan Suni dengan
memperkenalkan dirinya dengan singkat.
Apabila dicermati secara lebih mendalam,
tuturan yang disampaikan tokoh Mudra
"Tidak usah, jawabku canggung" merupakan
tanggapan atas pertanyaan tokoh Suni Mau
minum, apa? Dengan kata lain, tuturan itu
mematuhi maksim relevansi dalam PKS
Grice. Praktik bertutur sapa tokoh Mudra dan
Suni nampak sedikit rileks Mudra juga
mampu menjawab pertanyaannya secara
relevan.
(35) "Mudra dari mana?"
(36) " Denpasar"
(37) "Di sini kerja ya?"
(38) "Iya." (Hal. 45)
Percakapan tersebut antara Mudra
dengan seorang pemuda bernama Made
Parwata. Terlihat bahwa tuturan dimulai dari
pertanyaan Made kepada Mudra yang
menanyakan asal. Mudra dengan lugas
menjawab "Denpasar". Pertuturan tersebut
dapat dikatakan mematuhi maksim relevansi
karena adanya kelugasan tanggapan dari
tokoh Mudra.
4. Maksim Kuantitas
Rahardi (2005: 53) mengungkapkan
bahwa dalam maksim kuantitas, seorang
penutur diharapkan dapat memberikan
informasi yang cukup dan informatif.
Informasi demikian itu tidak boleh melebihi
informasi yang sebenarnya dibutuhkan mitra
tutur. Tuturan yang tidak mengandung
informasi yang sungguh-sungguh diperlukan
mitra tutur, dapat dikatakan melanggar
maksim kuantitas. Demikian sebaliknya,
apabila tuturan itu mengandung informasi
yang berlebihan akan dapat dikatakan
melanggar maksim kuantitas.
(65) "Mudra dari mana?"
(66) " Denpasar"
(67) "Di sini kerja ya?"
(68) "Iya." (Hal. 45)
Tuturan Mudra dengan Made tersebut
merupakan tuturan yang sudah jelas dan
informatif. Dikatakan demikian karena tanpa
harus ditambahkan dengan informasi lain dan
sudah dapat dipahami dengan baik oleh mitra
tutur.
(69) "Siapa namamu?
(70) "Wayan Linggih, Pak."
(71) "Kelas berapa?"
(72) "Kelas lima." (Hal. 135)
Tuturan itu terjadi antara Mudra kepada
seorang anak yang pandai dalam memahat
patung. Tuturan tersebut merupakan
pematuhan maksim kuantitas karena
mengandung informasi yang singkat dan tidak
melebihi dengan yang dibutuhkan oleh
penutur.
(73) "Kania tunggu dulu ya,"
(74) "Ya, Pak" (Hal. 61)
Tuturan tersebut terjadi antara Mudra
dengan Kania saat Kania melamar di yayasan.
Tuturan tersebut mematuhi maksim kuantitas
karena informasi yang diberikan tidak
melebihi dengan yang dibutuhkan oleh mitra
tutur.
b. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dalam Novel Magening.
1. Maksim Pelaksanaan
(95) Kak, buatkan teh dong," pinta
Ginta kepada Fauzi
(96) Lho, sekarang kan giliran kamu
yang membuatkan aku kopi,"
(hal. 24)
Tuturan tersebut terjadi antara Ginta
dan Fauzi. Awal percakapan dimulai oleh
Ginta yang ingin dibuatkan teh oleh Fauzi.
Tetapi Fauzi tidak menyetujui keinginan
Ginta dan akhirnya Ginta yang mengalah
membuatkan Fauzi kopi. Penambahan
tanggapan pada tuturan (96) di atas
menandakan terjadinya pelanggaran maksim
pelaksanaan karena tanggapan Fauzi tidak
langsung mengiyakan pemintaan Ginta, tetapi
justru membalikkan pernyataan Ginta.
2. Maksim Kualitas
(90) "Selamat pagi, Pak!"
(91) "Maaf, aku terlambat. Bangun
kesiangan," (hal. 73)
Tuturan tersebut disampaikan oleh Suni
kepada Mudra di kantor yayasan. Konteks
tuturan tersebut terjadi saat hari sudah
menjelang siang hari. Tuturan (80) "Selamat
pagi, Pak!" disampaikan oleh Suni kepada
Mudra. Salam tersebut tidak sesuai dengan
kebenaran, karena waktu sudah menunjukkan
siang hari. Terdapat kekaburan makna pada
tuturan Suni. Jika dianalisis tuturan Suni
berisi sindiran terhadap Mudra karena Mudra
terlambat dating. Hal tersebut dapat dikatakan
melanggar maksim kualitas PKS.
3. Maksim Relevansi
(86) " Apakah Fauzi sudah mewarisi teknik
memasak yang enak kepadamu?
Gurauku.
(87) Ginta pasang tampang cemberut.
"Belum" Hal.85
Tuturan Ginta yang berbunyi belum?
didasari konteks yakni sebelumnya Fauzi
berusaha untuk mengoda Ginta yang tidak
jago dalam urusan memasak. Ginta biasanya
bisa memasak mie instan yang dicampur
bayam. Fauzi semakin mengoda Ginta.
Ditambah Mudra juga menyudutkan Ginta
dengan bertanya Oya apakah Fauzi sudah
mewariskan teknik memasak enak kepadamu?
Hal ini membuat Ginta semakin terpojok dan
sedikit kesal meski begitu Ginta tetap
menganggap semuanya hanya candaan
semata. Ia tidak menyimpan dendam karena
memang Ginta dan Fauzi bercanda selalu
begitu.
Implikatur konvensional merupakan
makna suatu ujaran secara konvensional atau
secara umum diterima oleh masyarakat.
Implikatur konvensional ini sering disebut
sebagai prinsip kerja sama. Prinsip ini
berpegang pada empat maksim, yaitu maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi,
dan maksim pelaksanaan. Implikatur
nonkonvensional adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan
yang sebenarnya.
Kalimat yang dituturkan Ginta pada
percakapan di atas merupakan pelanggaran
maksim relevansi. Alasan kalimat tersebut
dikatakan melanggar maksim relevansi karena
kalimat yang dituturkan tidak memberikan
kontribusi yang relevan dengan kalimat
sebelumnya. Dikatakan tidak relevan karena
Mudra menggunakan tindak tutur tidakl angsung dalam tuturannya.
4. Maksim Kuantitas
(29) "Kamu sudah banyak tahu tempattempat indah di Bali Timur, ya"
Tuturan di atas dianggap berlebihan
karena menambahkan hal-hal yang sudah jelas
dan tidak perlu diterangkan lagi seperti pada
kutipan "sudah banyak tahu" dianggap terlalu
panjang, oleh karena itu penghilangan kata
"Banyak" mengungkap konsep yang sama
cenderung lebih efisien digunakan.
(30) "Kalau begitu kita saling memakan
saja, aku ingin lahap kamu"
(31) "Daripada saling memakan, lebih
baik kita menyantap ikan bakar
saja" (hal. 56)
Tuturan kutipan pertama di atas
merupakan tuturan yang kabur maknanya
isinya juga kurang informatif atau bersifat
candaan dan gurauan semata. Mudra seolaholah sedang merayu Ginta. Kalau tidak
dijelaskan secara detail maka akan terjadi
kekaburan makna dan tidak bisa dicerna
dengan baik oleh mitra tutur. Logikanya dua
orang yang saling memakan tentu tidak masuk
logika titik pembicaraan mereka. Pada tuturan
kutipan kedua tuturannya sudah jelas dan
informati karena penutur berusaha mengubah
fokus pembicaraan pada hal yang lebih
dimengerti sehingga maksud pembicaraan
bisa dipahami dengan baik oleh mitra tutur.
Daftar rujukan
Arta, I Made Rai. "Prinsip Kerja sama DanKesantunan Pada PembelajaranBahasa Indonesia Dengan PendekatanSaintifik" Palapa:Jurnal StudiKeislaman dan Ilmu Pendidikan.Volume 4 Nomor 2 (2016) November
Karmini, Ni Nyoman. 2011. Teori Pengkajian Prosa Fiksi Dan Drama. Denpasar: Pustaka Larasan.
Peni. 2017. "Analisis Deiksis Dalam Novel
Supernova "Intelegensi Embun Pagi"
Karya Dee Lestari" Tesis (Tidak
Diterbitkan) Program Studi Bahasa
Indonesia. Program Pascasarjana.
Universitas Pendidikan Ganesha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H