Aku kenal suara itu. Yang lembut tapi mendirikan bulu roma. Yang kuharap bisa menolongku tapi ternyata dia pembunuh juga. Cintanya pada Ayah sudah menggelapkan mata hatinya. Betul-betul mbok jamu yang menyedihkan!
“Sukma...”
Bajingan itu! Sadikin keparat! Bila ada kesempatan untuk membunuhnya lagi maka aku akan melakukannya dengan senang hati. Hingga seribu kali seperti hitungan cahaya kunang-kunang di sekelilingku.
“Sukma...”
Ini lagi! Dokter gila yang tak lagi punya kemaluan setelah kutebas habis. Mau apa lagi dia? Aku mendengus.
“Sukma...”
Ayah... Airmataku menetes tak terkendali. Betapa aku merindukannya dengan segenap rasa yang masih aku punya!
“Sukma...”
Bu... Kali ini ajaklah aku... Kendati seluruh jiwa ragaku hancur aku bersedia. Lagipula untuk apa lagi aku di sudut ini?
Sendirian. Patah. Busuk. Anyir. Kosong.
Dan kerlip kunang-kunang makin menyilaukan mataku...