Zzzrt...
Tiba-tiba saja aku sudah melayang seperti seribu kunang-kunang yang mengelilingiku. Aku menengok ke bawah.
Tubuhku lunglai di atas bale-bale. Pucat pasi. Dengan tusuk konde itu tepat menghujam jantungku. Tusuk konde Ibu.
“Sudah selesai, Mak...”
Laki-laki itu pun terduduk lemas. Perempuan yang dipanggilnya “Mak” memeluknya dengan tangis tersedu. Lalu seolah ada bisikan di telingaku. Memberitahuku bahwa kedua orang itu adalah Mak Isah dan Saipul, orang-orang yang coba menolongku.
“Pul... Apa harus begini caranya?” Mak Isah menggoncang bahu Saipul.
“Harus, Mak. Kalau tidak dia akan lebih menderita. Sekarang kita kuburkan jasadnya, Mak. Orang-orang sudah menunggu di depan rumah.”
Aku tak punya waktu lagi untuk terkesiap. Kurasa memang semuanya sudah selesai.
Layar maya itu seolah terkembang lagi di depanku. Hanya saja sudah ada lorong gelap yang memisahkan bagian yang kiri dengan yang kanan. Di bagian kiri ada Sadikin dan Mbok Minah yang terpenjara oleh belitan helai-helai panjang rambut hitam. Di dalam lorong gelap itu ada Zaldi yang menggapai-gapai dalam hening. Di bagian kanan ada...
Oh... Ayah... Ibu...
Tapi aku ragu.