Mohon tunggu...
Pingkan Hendrayana
Pingkan Hendrayana Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Menyukai dunia organisasi dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelangi untuk Ibu

22 Desember 2024   09:45 Diperbarui: 22 Desember 2024   09:45 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dia Novi, maklumi aja ya? Gitu-gitu asik kok orangnya."

Aku hanya mengganguk saja, aku hanya berharap dua orang di sampingku ini tidak berbuat jahat kepadaku. Aku semakin tidak percaya diri semenjak berpulangnya ibuku. Saat aku masuk dijenjang akhir, aku tidak akan berharap lebih. Aku hanya terus berdoa mengharapkan aku tidak disakiti atau dirundung. Biarkan aku menjalani hidupku dengan damai tanpa ada kesakitan dalam diriku.

Hari terus berlalu, pada hari di mana aku pingsan, aku menjadi sendirian kembali tanpa ditemani oleh Azza dan Novi. Akan tetapi, itu tidak masalah bagiku, setidaknya mereka tidak berniatan menyakitiku tanpa ada alasan. Aku menduduki bangku sendirian tanpa ada teman sebangku disampingku. Aku iri melihat teman lainnya memiliki teman bangkunya masing-masing.

Di suatu hari di mana dalam pembelajaran tersebut ibu guru yang mengajar menyuruh anak muridnya untuk menbentuk sebuah kelompok dengan beranggotakan tiga orang. Dalam intruksinya ia menyuruh untuk membuat cerpen bertema tentang kekeluargaan dan pertemanan yang setia. Aku hanya terdiam, dalam intruksi tersebut ada tambahan bahwa anggota kelompok ditentukan sendiri, membuatkan merasakan ketakutan, takut akan tidak mendapatkan kelompok. Walaupun aku sudah terbiasa mengerjakan semuanya sendiri, tetap saja aku sedikit berharap bahwa ada yang menunjukku untuk menjadi salah satu anggota mereka.

"Melati, kamu mau gak gabung kelompok kami? Kurang satu nih," ujar Azza yang entah dari mana ia datang, ia tiba-tiba sudah berada di depan mejaku begitu juga Novi yang ada di samping Azza.

Tanpa ragu aku mengangguk setuju. Dalam lubuk hatiku, aku berteriak kesenangan sebab ada yang menawarkan kepadaku untuk bergabung. Tanpa aku sadari air mataku menetes secara perlahan. Azza dan Novi panik melihatku menangis. Namun, aku tertawa dalam tangisanku. Aku menganggap bahwa tangisanku adalah tangisan kebahagiannku.

Mulai dari itu, aku mulai semakin akrab dengan Azza dan Novi. Kami bertiga selalu bertiga dalam keadaan apapun itu. Aku mulai terbuka dengan mereka, selalu menceritakan keseharianku, kesedihanku serta kebahagianku kepada mereka. Aku senang mereka mendengarkan ceritaku dengan cermat dan memberikan nasihat. Saat aku asik bercanda dengan mereka berdua, setiba aku melihat sekelibat bayangan seperti sosok ibuku. Aku terdiam sembari melihat sekeliling. Namun, sayangnya sosok tersebut hilang seperti tertiup angin. Azza dan Novi yang menyadari gelagatku yang aneh, mereka mulai bertanya 'kamu kenapa?' secara bersamaan. Aku menceritakan kepada mereka bahwa aku melihat sebuah bayangan yang mirip dengan sosok ibuku. Mereka tanpa mengeluarkan sepatah kata, mereka langsung memelukku secara bersamaan, tentunya aku membalas pelukan mereka. Aku hanya berkata, 'aku baik-baik aja kok.'

28 Desember 2018, hari di mana aku merayakan ulang tahun yang ke 16. Tahun ini aku sudah tidak sendiri lagi, aku sudah memiliki teman yang tulus berteman denganku. Aku senang tidak sendirian lagi, walaupun aku masih merindukan pelukan dari ibuku tapi tidak masalah, karena sekarang aku sedang dipeluk oleh teman-temanku. Aku membalas pelukan mereka dengan bahagia, setelahnya mereka mulai menyanyikan lagu ulang tahun untukku serta menyalakan lilin yang sudah tertancap pada atas kue ulang tahun. Aku bertepuk tangan seraya mengikuti mereka bernyanyi, setelahnya mereka bernyanyi aku mulai meniup semua api lilin. Mereka bertepuk tangan riang setelah aku menyiup. Entah kenapa aku merasa terharu dengan mereka, karena aku merasa malu menunjukkan tangisku, aku memeluk mereka berdua secara tiba-tiba, yang tentunya mereka terkejut dengan perlakuanku. Setelahnya mereka merayakan ulang tahunku, aku berpikir untuk membawa mereka berdua untuk mendatangi tempat istirahat ibuku. Mereka setuju, kami bertiga mulai perjalanan menuju tempat istirahat ibuku. Saat di sana aku mulai mengenali satu-persatu nama temanku kepada ibuku. Aku tidak lupa menceritakan segalanya yang sudah terjadi pada kehidupanku.

Aku berjanji kepada ibu untuk selalu melakukan perbuatan baik, dan selalu menuruti perintahnya. Aku tidak pernah melupakan ibu sama sekali. Setiap saat aku selalu merindukan ibu. Aku selalu menyayangi ibu dengan hati yang tulus dan ibu akan menjadi satu-satunya sosok yang dapat aku kagumi dan aku cintai dengan hebatnya. Aku mencintai ibu lebih dari aku sendiri, meskipun kini ibu telah meninggalkanku selama-lamanya.

Aku juga mengerti sebenarnya, bukan hanya aku yang tidak ingin ditinggalkan oleh ibu, tapi ibu juga tidak ingin meninggalkan putrinya. Tapi takdir berkata lain, sosok seperti ibu yang memiliki hati malaikat berhak mendapatkan tempat terbaik di mana pun itu, tanpa luka dan rasa sakit sedikit pun. Aku berjanji akan selalu mengingat semuanya. Aku menyayangi ibu. Terima kasih atas semuanya, walaupun aku tahu aku tidak akan pernah bisa membalas semua pelajaran, kebaikan, dan sejuta hal yang ibu berikan kepada putri. Bahkan Hari Ibu dan sejuta tahun pun tidak akan bisa menggantikan waktuku yang berharga saat bersama ibuku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun