"Lho? Piye iki mas? Jangan pura-pura lupa deh.", jawab Gembul.
"Apanya yang lupa? Aku Cuma heran kenapa pagi ini kau terlihat sangat necis. Mau kemana sebenarnya kau ini?", tanyaku lagi.
"Gawat kau ini. Masa kau lupa dengan rencana kita?" balas Gembul.
Aku terdiam dan berfikir sejenak mencerna perkataannya. Ah ! Aku lupa kalau hari ini adalah hari keberangkatan kami ke Pkp. Tanpa banyak bicara, aku tinggalkan Gembul sendirian di teras rumah dan bergegas untuk mandi.Â
Saat mandi, pikiranku tidak terfokus pada sabun, sampo, dan sikat gigi. Aku malah memikirkan bagaimana caranya untuk membujuk ayahku agar mengisinkan aku untuk mengendarai motor CBnya. Kalau aku gagal merayunya, maka gagal juga rencana kami. Setelah keluar dari kamar mandi aku langsung berbelok menuju kamar ayahku.Â
Ku lihat ia sedang tertidur pulas. Aku takut membangunkannya, tapi jika itu tidak kulakukan, apa yang harus aku jelaskan kepada Gembul dan Buluk kalau aku sebenarnya tidak diizinkan untuk membawa motor CB itu. Tapi pikiranku sudah terlalu kacau, dan aku tak lagi menghiraukan apapun. Apa saja akan aku lakukan asalkan rencana kami berjalan sebagaimana mestinya. Kemudian aku mencoba membangunkan ayahku. Kugoyang-goyangkan pundaknya sampai ayahku tersadar Aku tahu ini tidak baik, namun keadaan akan semakin buruk jika hal ini tidak kulakukan.Â
Ayahku pun terbangun. Aku bingung apa yang harus aku katakan terlebih dahulu. Jantungku berdebar, aku takut kalau ayahku tiba-tiba menyerangku dengan kata-kata mautnya yang membuat aku tunduk tak berdaya. Ia hanya mengerutkan dahinya sambil menatap ku penuh keheranan.
"Ada apa bang?", tanya ayahku sambil mengusap-usap matanya.
"Yah, aku mau ke Pkp pagi ini. Tapi belum ada kendaraan, sedangkan Gembul sGembulh ada di depan rumah menungguku. Dia tadi diantar ibunya, jadi ngga bawa motor. Jadi boleh ngga abang bawa motor cb ke Pkp? Mendesak nih, abang juga ngga enak sama si Gembul, udah nungguin dari tadi. Aku mohon, sekali ini saja yah.", jawabku.
Tiba-tiba ayahku langsung beranjak dari tempat tidurnya, cuci muka, dan langsung menuju garasi. Aku tak tahu apa yang akan dilakukannya, karena ia tadi belum memberikan jawaban apapun. Seketika ia langsung mengeluarkan motor CB itu dari garasi dan memeriksa setiap bagiannya. Perasaanku sedikit lega, sepertinya ia akan mengizinkan aku untuk membawa motor itu. Namun setelah ia mengecek semua bagiannya, ia menemukan per rem belakang itu kendor.Â
Hal itu bisa menyebabkan rem menjadi blong. Ah, sial ! Bagaimana ini ? Rencana kami bisa berantakan. Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Sedangkan Gembul masih menunggu di teras samping rumah. Apa yang harus ku katakan pada Gembul dan Buluk ? Kalau ku katakana pada mereka tentang hal ini, pasti mereka akan kecewa.