Mohon tunggu...
Pinggala Mahardika
Pinggala Mahardika Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia

Gitu aja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tur Kecil-kecilan

1 April 2019   18:23 Diperbarui: 1 April 2019   18:54 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segera kusampaikan kabar gembira ini kepada teman-temanku lewat grup BBM. Mereka menanggapi dengan respon yang positif. Gembul mengusulkan agar malam ini Keraton mengadakan pertemuan untuk membahas rencana kami untuk pergi ke Pkp. Para ningrat keraton mengiyakan usulan itu.

Pada malamnya, kami sudah berkumpul di rumah Langit. Kopi dan beberapa cemilan telah tersaji dengan rapi di ruang tamu. Buluk membuka suara memulai persidangan untuk menentukan waktu keberangkatan. Masing-masing dari kami melontarkan argumen. 

Pinho berkata ia tidak bisa pergi bersama dengan kami dikarenakan besok pagi ia harus pergi ke Pkp karena ada acara keluarga. Begitupun Madi, ia juga nanti akan mengunjungi rumah neneknya yang ada di Simpang Katis. Namun mereka tetap bisa menyusul kami bila kami telah tiba di Pkp. Tinggalah Buluk, Langit, Gembul, Apri, dan aku yang tersisa untuk menyepakati tanggal keberangkatan. Lalu kami sepakat untuk pergi ke Pkp 3 hari lagi, yaitu hari Rabu. Untuk masalah kendaraan, aku, Buluk, dan Apri yang akan membawa motor. Akhirnya, sidang telah usai dan kesepakatan sudah tercapai.

Keesokan paginya, selepas bangun tidur aku langsung menuju ke garasi di samping rumah. Beberapa motor tua usang berjejer diselimuti debu yang sudah menebal. Semua motor itu mesinnya sudah rusak semua. Namun, ada satu motor yang terbalut oleh kain putih. Kutarik kain itu, dan tampaklah wujud dari balik kain tersebut. Ya, itu adalah motor Honda Tiger yang telah dimodifikasi menjadi model antik CB 100. 

Warnanya putih, tangkinya mulus, spakbor dan velgnya masih mengkilap. Mesinnya terawat, dan motor itu jarang digunakan oleh ayahku. Karena itu adalah motor kesayangan ayahku, hanya ia kendarai pada saat-saat tertentu. 

Berkilo-kilometer aspal telah dilewatinya, mulai dari, Pkp, Sungailiat, Toboali, Jambi, Palembang, Lampung, hingga Jakarta. Aku tertarik untuk mencoba menyalakan mesinnya. Dengan sekali engkol, dan brrmmm... Motor itu telah hidup. Suaranya bagaikan auman singa yang terbangun setelah terlelap begitu lama, begitu gagah dan garang. Aku terlalu menikmati suara itu sampai aku tidak menghiraukan suara ayahku dari depan toko.

Kemudian ia berteriak, "Hei Bang, kenapa kau hidupkan motor itu? Mau kemana kau?"

 "Ng, nggak apa-apa. Cuma iseng, mau ngetest aja gimana suara motor ini. Hehehe.". jawabku gugup.

"Awas kalau nanti kamu pakai diam-diam. Nanti motor itu rusak, ayah sudah bosan dengan kelakuanmu. Ngga pernah awet kalo pakai barang. Tahunya cume pake aja, ngerawat ngga mau.", balas ayah sambil menatapku tajam.

Setelah ia ngomong seperti itu, aku langsung menciut mendengar perkataannya. Padahal, aku baru saja mau ngomong dengan ayah bahwa aku mau memakai motor itu untuk pergi ke Pkp. Tapi apa mau dikata, dia sudah murka melihatku menghidupkan motor kesayangannya itu tanpa sepengetahuanya. Apalagi kalau ia tahu aku sudah menjual besi dan aki miliknya, aku tak bisa membayangkan raut wajahnya nanti. Sementara ini, ku kubur dalam-dalam hasratku untuk mengendarai motor CB 100 itu. 

Biarlah, mungkin besok atau ketika aku mau berangkat nanti aku baru akan menyampaikan maksudku. Karena aku sudah terbiasa meminta sesuatu ke ayahku secara mendadak. Biasanya dia tak sempat mempertimbangkannya lagi bila aku meminta sesuatu kepada ayah kalau mendesak. Menunggu keadaan menjadi kembali kondusif adalah solusi yang paling tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun