"Ya udah deh, mending tiga hari aja biar puas. Ngga tanggung-tanggung.", Â lanjut Gembul.
"Tapi nanti kalo tiga hari, mau tidur dimana kita? Kan ngga mungkin kalo kita tidur rame-rame di emperan toko.", balas Apri.
"Kalo masalah itu sih gampang. Disana ada kost kakak aku. Kebetulan kakakku juga lagi pulang ke Mentok, jadi sekarang kostnya kosong. Kalo mau ntar aku pinjem kuncinya biar kita nanti bisa nginep disana, gimana?", kata Buluk.
"Boleh juga tuh. Aku ikut. Fix.", tanpa berbasa-basi Langit menjawab.
"Okelah kalo begitu, tapi sepertinya minggu ini aku dan keluargaku mau mengunjungi nenekku yang ada di Simpang Katis. Tapi jarak antara rumah nenekku dan Pkp tidak begitu jauh. Kalau kalian benar-benar ingin pergi, hubungi aku saja biar aku bisa menyusul kalian.", pungkas Madi.
Sedangkan aku, hanya menganggukan kepala yang berarti aku setuju dan tidak mau ambil pusing dengan hal tersebut. Walaupun sebenarnya di dalam otakku sedang berfikir keras bagaimana caranya untuk mendapatkan  uang dalam waktu yang singkat.Â
Saat itu di dalam dompetku  tidak ada uang satu rupiahpun dan yang tersisa hanyalah kertas-kertas nota, dan kartu pelajar yang membuat dompetku terlihat sedikit berisi. Aku pun mencari solusi untuk menggemukkan kembali dompetku .
Keesokan harinya, ketika aku hendak mengambil handuk di halaman belakang rumah, aku melihat beberapa aki motor yang sudah soak berjejer di sudut gudang. Tak jauh dari situ, terdapat pula potongan-potongan besi dari knalpot bekas yang sudah berkarat.Â
Melihat hal itu, tiba-tiba sebuah Ide gila muncul dalam otakku. Ya, mungkin kau bisa menebak apa yang akan aku lakukan. Tepat sekali, aku akan menjual aki-aki soak beserta potongan-potongan besi itu. Dan itu artinya, aku sudah menemukan solusi yang mujarab untuk mengakhiri masa paceklik di dompetku. Tanpa berfikir panjang, aku bergegas mandi dan kemudian langsung melakukan pergerakan bawah tanah.Â
Aku mengendap-endap seperti maling sembari memasukkan potongan besi dan aki-aki itu ke dalam karung. Jika saja ayahku sampai tahu ulahku kali ini, bisa murka dia. Aki-aki yang telah lama dikumpulkannya, aku jual begitu saja tanpa permisi. Tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Hanya ini yang bisa kulakukan dalam keadaan yang mendesak seperti ini, karena aku sudah tidak tega melihat dompetku terus menderita. Kalaupun aku meminta uang secara baik-baik ke ayahku, itu sama saja seperti menanam padi di tengah gurun pasir, tidak akan ada hasilnya. Aku hanya berharap nanti ketika ia tahu dengan kelakuan ku kali ini, dia bisa memakluminya.Â
Aku lekas menuju tempat pengepul untuk menjual aki-aki dan potongan besi itu. Kami melakukan tawar menawar sampai terjadi kesepakatan harga. Begitu harga pas, aku langsung tancap gas. Dompetku kini terlihat gemuk kembali, pertanda masa paceklik yang melanda telah berakhir. Krisis moneter ku kali ini dapat teratasi berkat strategi ekonomi "Jubebu", jual besi buruk.