Ketika menjelang sore, kami kembali ke Kota Pangkalpinang. Kali ini, Madi ikut dengan kami karena ia ingin menginap di Pkp. Setelah sampai di Kota Pangkalpinang, kami langsung menuju kostan Kakak Buluk untuk meletakkan barang-barang kami.
Lelah yang kami rasakan membuat kami malas untuk pergi kemana-mana. Tapi, kami juga merasa suntuk jika kami hanya berdiam diri di dalam kost.
"Hei, kalo kaya gini bukan liburan dong namanya. Masa pergi jauh-jauh ke Pkp cuma buat tidur? Ayo dong, kita nongki di Alun-Alun!", kata Buluk penuh semangat.
"Boleh-boleh, disana banyak jajanan kan?", jawab Gembul.
"Oke deh kalo gitu, aku ikut.", jawabku.
"Aku juga.", sahut Madi.
Malam itu, kami berjalan menuju ke Alun-Alun Taman Merdeka. Suasana kota Pangkalpinang pada saat itu sangat ramai. Banyak kendaraaan yang hilir mudik, jauh berbeda keadaannya seperti di kota kami. Kami mengambil tempat nongkrong di dekat tribun yang berada di seberang Rumah Walikota. Setelah itu, kami berkeliling mencari jajanan dan kembali ke tribun sambil menikmati bandrek. Seperti biasanya, kami selalu mengisi acara nongki kami dengan obrolan-obrolan ngawur sambil ditemani lagu Payung Teduh.
Hari sudah larut malam, mata kami sudah kehabisan daya. Kami memutuskan untuk kembali ke kostan. Badan sudah sempoyongan, menendang engkol motorpun rasanya tak sanggup lagi.Â
Ketika hendak kembali ke kost, tiba-tiba aku mendengar seperti ada benda yang patah di bagian belakang motorku. Braakk ! Langsung ku hentikan laju motorku, dan menepi menuju bahu jalan. Buluk langsung menghampiri kami. Setelah diperiksa, ternyata tromol roda belakang ku patah. Hal itu menyebabkan motor ku tidak bisa mengerem dan membuat tuas rem ku berhimpitan dengan sasis belakang.Â
Keadaan itu membuat aku panik, aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Mungkin karena ini ayahku melarangku mengendarai motor  ini. Aku menyesal melanggar larangan ayahku.Â
Malam itu sudah menunjukkan pukul 22.30, sangat mustahil bagi kami untuk mencari bengkel ataupun toko motor untuk membeli sparepart. Aku, Gembul, Buluk, dan Madi mencoba mencari solusi untuk mengatasi hal ini. Dengan kondisi motor yang seperti ini, sangat tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan. Sesaat aku melamun sembari menatapi jalanan. Kulihat ada gerombolan motor CB yang melintas di depanku.Â