Mohon tunggu...
Pieter Sanga Lewar
Pieter Sanga Lewar Mohon Tunggu... Guru - Pasfoto resmi

Jenis kelamin laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung Tekukur yang Ajaib

5 Januari 2021   09:45 Diperbarui: 5 Januari 2021   10:26 5879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalan setapak yang berkelok dan berkerikil tajam, terkadang menurun dan terkadang menanjak, serta beberepa kali melewati aliran air kali, tak mampu menghentikan langkahnya untuk segera tiba di rumahnya. Bayangan keajaiban burung tekukur itu terus. membuncah dalam angan kecilnya. Sementera itu,  burung terkukur pun terus bernyanyi, 'bawalah aku, aku akan bertelur jadi padi'.       

Nuba tiba juga di susunnya, yang hanya terdiri dari belasan rumah dan jarak antarrumah pun berjauhan. Kalau malam hari dusun itu terlihat tanpa penghuni karena tidak ada listrik. Masing-masing rumah membuat penerangan dari buah damar yang ditumbuk dan membalutnya pada sebilah panjang bambu, menyerupai lilin untuk dibakar. Satu buah penerangan dari buah damar itu dapat bertahan tiga empat jam. Dengan demikian, jelaslah bahwa jika malam tiba, kegiatan di dusun itu hanya mengandalkan penerangan dari  buah damar itu.

Dengan hati riang, Nuba memasukkan burung tekukur itu ke dalam tempat penyimpanan padi, yang terbuat dari anyaman daun pohon lontar. Wadah penyimpanan padi yang dimiliki keluarga Nuba cukup besar; dapat menyimpan lima ton padi. Esok pagi wadah itu sudah penuh padi, pikirnya sambil berbalik badan meninggalkan niduk (tempat penyimpanan hasil panen petani yang bebentuk rumah panggung kecil).

"Di mana burung itu, Dik?" tanya Nara mengejutkan Nuba. Rupanya Nara sudah kembali dari hutan membawa beberapa potong bambu dalam satu ikatan.

"Di niduk, Kak. Di dalam wadah padi," jelas Nuba.

"Untuk apa diletakkan di situ? Kalau burung itu mati gimana? Itu kan hanya seekor nurung, Dik."

"Iya si, Kak. Tapi aku yakin, burung ini ajaib dan dapat memberikan keajaiban seperti yang disuarakannya, Kak."

"Oh, begitu. Ya, sudah, kita lihat hasilnya esok pagi," suara Nara merendah dan ia tidak ingin melukai hati Nuba, adik satu-satunya yang sangat disayanginya.

Langit sebelah barat dusun itu memerah. Sesaat lagi matahari akan tenggelam. Burung-burung di udara terbang kembali ke peraduannya. Malam akan menjemput segala kepenatan hidup untuk sejenak mengistirahatkan diri agar esok pagi terbangun bugar untuk beraktivitas. Seperti hari kemarin dan pasti juga untuk hari esok, malam hari  di dusun itu tetap sunyi sepi dan gelap gulita; semua seakan-akan terkubur dalam kegelapan malam. Malam tanpa cahaya.

Nara dan Nuba membaringkan diri di atas bale-bale, tempat tidur yang terbuat dari bambu. Tidak ada tikar yang mengalasinya; tidak ada bantal yang menopang kepala mereka. Mereka sudah terbiasa tidur di atas belahan bambu yang dianyam rapi. Dunia hidup mereka begitu sederhana dan ugahari.

Nara sudah tertidur lelap. Namun, Nuba belum dapat memejamkan matanya. Pikirannya masih tertuju pada burung tekukur yang ada dalam wadah padi di niduknya. Apa yang akan terjadi esok pagi? Ia hanya berharap bahwa apa yang dikatakan burung tekukur itu sungguh-sungguh menjadi kenyataan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun