Mohon tunggu...
Pieter Sanga Lewar
Pieter Sanga Lewar Mohon Tunggu... Guru - Pasfoto resmi

Jenis kelamin laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung Tekukur yang Ajaib

5 Januari 2021   09:45 Diperbarui: 5 Januari 2021   10:26 5879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nara melihat ke arah tempat bertenggernya burung yang ditunjukkan Nuba. Memang ada seekor burung tekukur di ranting bambu itu. Ia jadi penasaran. Ia ingin cepat memastikan bahwa apa yang dikatakan adiknya itu tidak benar. Tidak mungkin seekor burung dapat berkata-kata apalagi burung yang sudah biasa berada di sekitar dusunnya. Burung itu meloncak turun ke ranting pohon bambu di bawahnya.

"Tekukur....kur...., tekukur....kur....., tekukur...kur! Bawalah aku, aku akan bertelur jadi padi."

"Kak, dengar suara burung itu toh?" Nuba memastikan kakaknya mendengarkan apa yang dikatakan burung tekukur itu. "Burung tekukur itu berbunyi dan bersuara lagi, Kak."

"Tidak ada suara burung, bunyi pun tidak," Nara memastikan bahwa burung yang terus melompat turun ke ranting bambu yang lebih rendah itu tidak mengeluarkan suara apa pun, bunyi pun tidak. Ia tidak mendengarkan apa-apa. "Adik pulang dulu saja ke rumah. Istirahat. Mungkin semalam tidak dapat tidur dengan nyenyak."

Burung tekukur itu melompat turun semakin dengan dengan Nuba. Tiba-tiba burung itu meloncat dan hingggap di bahu kanan Nuba. Nara kaget melihat burung yang begitu jinak dengan Nuba. Ia heran mengapa burung tekukur itu dapat hinggap di bahu adiknya dengan damai.

"Ini kan burung itu, Kak. Tekukur bisa bersuara. Aku dengar dengan jelas, tidak bohong, Kak," jelas Nuba seraya memegang lembut burung itu.

"Iya, tapi aku tidak mendengar apa-apa," imbuh Nara sembil mengamati burung tekukur itu.

Nuba memegang erat burung tekukur dan ingin cepat membawa burung itu pulang ke rumah. "Kak, aku bawa burung ini pulang dulu saja. Aku yakin burung ini punya maksud tertentu seperti yang aku dengar tadi."

"Ya, Adik pulang dulu saja. Aku selesaikan potong bambu itu. Nanti aku susul pulang."

Nuba pulang ke rumah membawa burung tekukur. Hatinya begitu girang sepertinya ada tanda-tanda pasti bahwa burung itu akan bertelur jadi padi. Angannya melayang, betapa bahagianya jika apa yang dikatakan burung itu menjadi kenyataan. Dirinya bahagia, kakaknya, dan semua warga dusun itu akan mendapatkan kebahagiaan.

Matahari yang terus bersinar terik menjelang tengah hari tak mampu mengeringkan rasa senang yang membasahi perasaannya. Gemerecik gesekan dedaunan yang tersibak angin seakan-akan turut bersenandung mengiringi langkah bahagia Nuba membawa pulang burung tekukur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun