Mohon tunggu...
Piccolo
Piccolo Mohon Tunggu... Hoteliers - Orang biasa

Cuma seorang ibu biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tasbih yang Digenggaman Aisyah

11 April 2021   01:09 Diperbarui: 11 April 2021   01:13 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari-hari Mama sekarang dipenuhi oleh cinta. Walau pun Mama masih belum sembuh betul dari depresinya, tapi setidaknya Mama mulai berani untuk hidup normal kembali. Sesekali ketika 'serangan' itu datang, Om Gibran selalu dengan sabar memeluk Mama sampai suasana hatinya kembali pulih. Ketika Mama bahkan mejerit-jerit histeris, Om Gibran bahkan tanpa ragu membiarkan tubunya jadi pelampiasan gejolak Mama. Ketimbang Aisyah menyakiti dirinya sendiri lagi, lebih baik dia menyakitiku. Om Gibran selalu bilang seperti itu. Mereka selalu kencan di teras rumah walau hanya dengan secangkir teh chamomile atau  kopi hitam dan singkong goreng. Om Gibran menggantikan seprei dan gorden kamar mereka sedemikian demi merubah suasana hati Mama, bahkan tak pernah tidur lebih awal sebelum Mama demi memastikan Mama tidur dengan nyenyak.

Sungguh hal-hal yang tak pernah kulihat dilakukan oleh Papa sepanjang pernikahannya dengan Mama.

Om Gibran juga ikut merawat anggrek-anggrek kesayangan Mama di setiap akhir pekan. Pemandangan yang rasanya lebih indah dari berwisata keluar kota. Cara Om Gibran memperlakukan Mama benar-benar membuatku lupa pada umur mereka. Dan lupa kalau dia juga adalah ayah sambungku. Mereka pantas bahagia. Om Gibran bahkan sudah menunggu Mama puluhan tahun, dengan cinta yang tak pernah pudar. Aku melihat mereka saling jatuh cinta setiap hari. Mama sudah melewati badai yang tak mudah. Bertahan dengan pernikahan yang jadi luka terbesar di hidupnya, demi menyelamatkanku dari stigma masyarakat tentang anak broken home, demi menjaga kehormatanku.

Sungguh aku tak pernah tau dari mana Mama mengumpulkan kekuatan untuk bertahan selama ini. Ketika Mama memutukan untuk bunuh diri, aku baru paham, Mama benar-benar ada di titik putus asa yang teramat parah. Untuk pertama kalinya dia berani mengambil tindakan tanpa memikirikan perasaanku. Betapa tidak, bahkan untuk mengambil keputusan bercerai dengan Papa saja, Mama menunggu ijinku.

Sore itu, di halaman rumah, aku melihat Om Gibran menggandeng mesra tangan Mama dibawah hujan. Entah kenapa kali ini aku yakin kalau hujan tak akan membuat Mamaku sakit. Aku menoton mereka bermain hujan seperti anak kecil. Riang tanpa dibuat-buat. Aku bisa mendengar suara tawa Mamaku.

Pernikahan sering kali tentang bertahan dalam luka, bukan bertahan dalam cinta. Memilih memelihara luka ketimbang berperang dalam norma, adat dan stigma yang ada di masyarakat. Menyetel pasangan sesuai keinginan, membuat mereka bahkan kehilangan diri sendiri. Ikatan yang akhirnya seolah mengijinkan kita melakukan apa pun pada pasangan karena merasa 'memiliki'. Semua sering kali hanya tentang diri sendiri, lupa bahwa pasangan kita pun punya hidupnya sendiri. Hidup yang tak seharusnya dirampas oleh siapa pun. Lingkaran yang seharusnya jadi penyembuh, sering kali jadi pemicu. Dikangkangi oleh patriarki, dipenjara oleh adat, ditekan alasan demi nama baik keluarga.

Ma, dari semua penyitas gangguan mental, menyelatkanmu adalah prioritasku. Kau tak perlu memaksakan diri untuk terlihat kuat di  hadapan siapa pun. Kau yang terhebat yang aku punya, Ma. Betapa selama ini kau sudah berjuang melebihi batas kuatmu. Sekarang berbahagialah, Ma. Jangan pernah patah lagi, ya. Ada Maryam dan Om Gibran yang akan jadi sayap Mama untuk terbang.Sungguh surga pun tak rela jika kau harus menangis lagi, Ma.

"Aisyah, aku jatuh cinta padamu."

Aku mendengar Om Gibran menyatakan cintanya pada Mama. Pernyataan cinta yang setiap hari diucapkannya. Dan dibuktikan lewat tindakan.

Aku bisa melihat pipi Mama memerah. Pertama kalinya hingga diumurku yang sekarang, aku melihat Mama tersipu malu.Ahh, seperti itu ternyata jatuh cinta.

Medan, 11 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun