"Aku bukan Tuhan yang tau isi hatimu. Kau bilang kau tidak pernah mencintai Gita, tapi nyatanya kalian masih bersama sampai hari ini. Dan aku tau pasti, kau tak mungkin menceraikan Gita. Dan kau pun tau pasti, aku tak akan memintamu melakukan hal itu."
Benar Danar sangat mencintai Alfi. Tapi dia tau, beberapa kisah cinta di dunia memang tak berakhir dengan pernikahan. Menjadi orang tua tunggal baginya bukanlah hal yang memalukan. Menyimpan cintanya rapat-rapat untuk Alfi adalah pilihannya.Â
Baginya, perempuan terhormat bukanlah untuk dimadu. Bukan juga menjadi alasan dibalik perceraian pasangan lain. Dia hanya sedikit berbeda dengan kebanyakan perempuan lainnya. Dia sadar yang dia butuhkan bukan sekedar lelaki, tapi yang dia butuhkan adalah penanggung jawab. Sebagian lelaki mahir menghancurkan, tapi tak bisa bertanggung jawab untuk menyusun kembali.
Hidup sebagai orang tua tunggal jelas bukan perkara mudah untuk Danar, apalagi dengan masalah kesehatan mental yang dialami El. Tapi menikah kembali hanya demi menghindari stigma buruk masyarakat tentang seorang janda, rasanya hanya terdengar seperti hal konyol bagi Danar. Menjadi orang tua tunggal diumur yang masih terbilang muda pun tak lantas membuat hidupnya berakhir konyol.
Danar tak ingin mengasihani dirinya sendiri. Hidup harus berlanjut. El harus sembuh dari luka batinnya. Dan itu adalah tugas terberat Danar. Setiap orang punya takdirnya sendiri. Sebagian ditakdirkan untuk bahagia bersama orang yang dicintai, sebagian tidak. Sebagian ditakdirkan untuk menjadi hakim atas hidup orang lain, sebagian hanya ditakdirkan sebagai terdakwa.
Danar hanya ingin menjalani hidupnya menurut kaca mata baik dan buruknya. Dia tak ingin menghidupi penghakiman orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H