Mohon tunggu...
Piccolo
Piccolo Mohon Tunggu... Hoteliers - Orang biasa

Cuma seorang ibu biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Nama Perempuan Hebat Itu Dahayu

7 Mei 2020   01:24 Diperbarui: 7 Mei 2020   01:32 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahayu tak tahu harus memulai dari mana. Dia pun tak tahu apakah sekarang adalah waktu yang tepat untuk menceritakan semua pada Alya. Tapi cepat atau lambat, pertanyaan ini pasti akan dilontarkan Alya.

"Mbak, Mama cuma berusaha melindungi kalian. Bagaimana pun caranya."

"Ma, Alya tahu kok, Ma. Alya tahu pasti besarnya cinta Mama untuk Alya dan Nada. Tapi Alya juga harus tahu seperti apa Bapak, Ma."

Alya terus mendesak Dahayu untuk memberi jawaban.

"Mbak, bukanlah baik untuk menceritakan perangai buruk orang lain. Jagalah lisanmu untuk tak membongkar aib orang. Insya Allah kita pun dijauhi dari fitnah."

Mama selalu seperti itu. Lisannya tak pernah bertutur tentang buruknya orang lain. Bahkan untuk menjelaskan betapa kejamnya perlakuan Bapak pada kami. Lelaki itu yang nyaris menjual Mama pada lawan judinya. Lelaki mana yang sanggup menyerahkan semua harta dan wanita yang dicintainya pada orang lain, apa lagi demi taruhan judi. Yang tak menafkahi tapi malah menyakiti. Mungkin hanya Bapakku yang sanggup. Mama begitu luar biasa. Malaikat yang berwujud manusia. Tak pernah ada hal buruk yang diajarkan pada kami. Sejak aku lahir, aku tak pernah melihat dia marah, tak pernah mendengar dia mengeluh. Entah bagaimana dia bisa kuat melewati semua ini. Bahkan tawaran bantuan dari Pak Esra pun ditolak. Alya berucap pada dirinya sendiri.

Dia terus mengompres jari-jari ibunya. Banyak luka dan lecet di sana sini.

"Ma, ini luka kenapa? Baru hari ini Alya lihat."

"Kena gunting waktu bersihin bawang, Mbak."

Ma, Mama bahkan harus melukai diri sendiri demi menebus obat Nada, demi dua butir telur yang Mama bawa pulang setiap sore. Ajari Alya menjadi perempuan sehebat Mama, yang bahunya sekuat bahu kaum Adam, yang hatinya setulus malaikat. Terima kasih sudah menjadi yang terbaik yang Alya punya, Ma. Ya Allah, panjangkanlah umur wanita yang sudah melahirkan hamba, yang dari air susunya darah-darah hamba sekarang mengalir, yang di bawah telapak kakinya kelak surga hamba, yang darinya juga ridhoMu akan kudapati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun