"Yakin mau dengar ceritaku?" godaku, mencoba mengalihkan kesedihannya.
Oh ya, aku dan Bella sudah berteman karib kurang lebih setahun ini. Perusahaanku adalah supplier pada perusahaan tempat Bella bekerja, salah satu distributor furnitur terkenal. Dan karena relasi pekerjaan ini, kami jadi sering bertemu dan lama kelamaan jadi akrab. Kebetulan kami sama-sama penikmat kopi, klop jadinya.
"Iya, Don. Kita kan sudah lama berteman. Tapi ternyata aku belum terlalu mengenal kamu secara pribadi. Aku tahunya kamu itu cowok workaholic, jadi masalah cinta-cintaan itu urusan belakangan. Ternyata kamu memang punya pengalaman pahit juga ya dengan cewek," cecarnya.
"Ya, begitulah, Bel. Baiklah, aku cerita. Tapi wah, bisa panjang ini. Kamu mau versi panjang atau versi pendeknya nih?"
"Mm... versi pendeknya dulu, lalu versi panjangnya. Aku punya banyak waktu kok. Kalau perlu kita ngobrol sampai diusir pegawai coffee shop-nya," candanya.
Kami tertawa sejenak.
"Versi pendeknya, aku juga sudah berkali-kali dikhianati cewek, Bel. Mirip kisah-kisah kamu itu. Setelah putus yang terakhir, aku langsung mengecap semua cewek itu sama. Materialis! Dan aku pun menutup pintu hati. Bukan ditutup lagi, tapi dicor sekalian."
Bella memandangku dengan simpati. Pandangannya jadi sejuk dan meneduhkan. Padahal tadi dia lebih mirip wanita yang penuh penderitaan dan kepedihan.
***
Tuk!.... tuk!... tuk!Â