Adam refleks mengarahkan telapak tangannya ke depan Rara. "Tapi selain itu, sepertinya kita juga belum terlalu sering ngobrol santai membahas ... ya, membahas apapun selain pekerjaan. Ini yang bikin aku mendadak merasa jadi orang bodoh sesampai di sini tadi," Adam tertawa kecil. "Aku bahkan baru nyadar, jangan-jangan kamu lagi keluar atau sudah ada rencana lain."
"Ya, makanya harus telepon dulu," sahut Rara ikut tertawa.
"It's just happenned, Rara. Tapi it's OKÂ kok kalau kamu sudah ada rencana lain."
"Aku tidak kemana-mana. Aku turun karena mau ngambil pesanan makanan. Kamu sudah makan? Suka batagor gak?"
"Suka. Tapi itu kan makanan kamu. Nanti aku pesan lagi."
"Gak usah. Batagor porsi besar ini, aku lahap 1/3 porsinya saja sudah kenyang banget. Biasanya sisanya aku simpan di kulkas buat ngemil atau sarapan."
"Okey..."
"Nah, ini sepertinya driver-nya sudah tiba," ucap Rara sambil memandang layar HP-nya. "Kita makan di atas aja sambil ngobrol. Kebetulan aku juga punya pengering baju... kamu nyaris basah kuyup ini."
Tidak sampai 10 menit kemudian, keduanya sudah duduk di sofa panjang di dalam apartemen Rara. TV digital sedang menyiarkan berita luar negeri, tapi keduanya nampak tidak terlalu fokus pada siaran  TV. Mereka sedang larut dalam obrolan santai ditemani seporsi besar batagor dan dua botol minuman soda.
Adam bertelanjang dada karena baju kaosnya sedang dikeringkan. Awalnya Rara bermaksud ingin meminjamkan bajunya untuk dipakai Adam sementara, tapi dia sadar baju-bajunya kekecilan untuk ukuran tubuh kekar Adam.
Ini membuatnya tidak bisa menahan diri untuk sesekali mencuri pandang ke tubuh Adam yang mulus dan atletis. Tapi dia ingat pesan Mbah Roy untuk tidak terlalu terlihat "murahan" jadi dia berusaha bersikap biasa saja.