Bimo dan Indri ini seangkatan. Hanya saja keakraban di antara mereka baru intens terjalin saat Indri juga mulai aktif di himpunan mahasiswa jurusan akuntansi, kurang lebih enam bulanan ini. Bimo orangnya cuek dan cool, sedangkan Indri ceplas ceplos dan supel. Jadi sebagai pasangan, mereka sebenarnya sangat klop.
Tapi sejauh ini, hubungan mereka tidak kunjung naik kelas dari sekadar teman, walaupun banyak juga yang menyangka mereka telah benar-benar pacaran.
Bermenit-menit lamanya mereka larut dalam obrolan yang hangat, sesekali tertawa lepas seolah-olah malam ini tiada batas. Mereka membahas segala hal tentang kegiatan mereka di tempat yang berjarak 3 jam perjalanan dari kota itu: kelakuan anak-anak baru, rancangan kegiatan esok hari, tingkah para senior yang kocak, sampai rasa makanan dan minuman di wisma juga ikut jadi bahasan.
Percakapan terhenti sejenak karena Bimo sedikit salah tingkah saat matanya berpapasan dengan mata Indri. Ada bintang-bintang di situ yang selalu membuat Bimo sukses terpana.
"Kamu kenapa?" tanya Indri.
"Tidak kenapa-kenapa, kok."
Saat mengalihkan pandangan ke langit, Bimo tiba-tiba mendapat inspirasi.
"In, coba deh lihat bintang-bintang itu. Kamu tahu tidak kenapa cahaya bintang sering disebut cahaya dari masa lalu?"
Indri menggeleng sambil tersenyum. Dia tahu, jawaban iya atau tidak dari mulutnya bakal sama saja hasilnya. Bimo pasti akan terus mengoceh panjang lebar jika sedang bersemangat seperti saat ini.
"Masa sih?"
"Iyaa, gak tahu. Memang kenapa disebut cahaya dari masa lalu, Bim?"