"Sekali lagi, maaf, Nona. Maafkan kelancangan saya, tapi anda ... anda cantik sekali."
Wanita itu tersenyum tipis, "Terima kasih, Tuan. Tapi anda masih memegang tas saya."
Paolo terkejut, lalu buru-buru menjulurkan tas tangan ke dalam genggaman wanita itu.
"Terima kasih, Tuan."
"Tidak, saya harus minta maaf, Nona. Tapi ... saya berkata sungguh-sungguh. Mata saya sangat terlatih, Nona, dan rasanya baru kali saya ini bertemu wanita yang punya wajah sesempurna anda."
Wanita itu memicingkan mata. "Anda ... seorang seniman?"
Cahaya di wajah Paolo muncul kembali. "Ya, tebakan yang beruntung, Nona. Ah," dia lalu mengeluarkan selembar kartu nama dari saku kemeja lusuhnya dan menyerahkannya kepada wanita itu. "Cukup panggil Paolo saja. Anda bisa memesan lukisan apapun, Nona. Senja dan pantai, perjamuan terakhir, atau bahkan wajah anda sendiri. Saya mahir memindahkan apa pun yang bisa ditangkap retina saya ke atas kanvas."
Wanita itu mengangguk-angguk dengan tatapan penuh misteri. "Menarik. Well, nama saya Lauren, Tuan Paolo."
Paolo menjabat tangan wanita bernama Lauren itu dengan antusias.
"Jam berapa studio anda tutup?" tanya Lauren.
"Wah, saya bisa bekerja 20 jam per hari jika perlu," sahut Paolo cepat.